Foto :Istimewa |
Di pihak lain PT PLN mendukung sepenuhnya bila dilakukan penyelidikan dan mereka menunggu audit BPKP. Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan, laporan tersebut sudah diterimanya pada akhir pekan lalu. Namun dia enggan menyebutkan siapa pelapor dugaan itu. ”Dari sumber yang dipercaya,” ujar Agus, kemarin.
Laporan yang telah diterimanya kemudian akan diserahkan kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit laporan tersebut. ”Audit itu nanti digabungkan dengan data informasi yang ada pada kami,” lanjut Agus.
Sebelumnya, KPK telah mendalami kasus 34 proyek pembangkit listrik yang mangkrak. KPK belum mendapatkan laporan resmi dari Presiden Joko Widodo terkait puluhan proyek tersebut. Dari pihak PLN, 34 proyek yang mangkrak terdapat 17 proyek yang telah dilanjutkan dan sudah ada jalan keluarnya.
Sedangkan enam proyek diputus kontraknya lalu telah diambil alih oleh PLN untuk dilanjutkan. Selebihnya 11 proyek diterminasi atau dibatalkan. Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, I Made Suprateka, dalam konferensi pers di Kantor Pusat PLN menjelaskan, sebagian besar proyekproyek yang mangkrak ini berada di daerah terpencil yang sulit dijangkau.
Pembangkit-pembangkit mangkrak ini adalah bagian dari fast tracking project pada kurun waktu 2007-2011. Presiden Joko Widodo menyebut adanya 34 proyek pembangkit listrik yang mangkrak. Beberapa di antaranya sudah mangkrak sejak 2007 lalu. Total kapasitas 34 pembangkit itu mencapai 627,8 Megawatt (MW).
”Dari sekian banyak yang terkendala, 11 diterminasi. Ada lima yang masih berbentuk tanah saja, baru izin-izin saja,” ucap Suprateka. Mengenai 11 proyek yang terminasi sudah disiapkan opsi pengganti untuk penyediaan tenaga listrik. Solusi tersebut dilakukan guna mempercepat pemenuhan kebutuhan akan listrik.
”Seperti misalnya PLTU Bengkalis 2×10 MW yang prosesnya masih nol, kini telah digantikan dengan PLTMG Bengkalis 20 MW yang rencananya akan masuk sistem kelistrikan pada awal 2018.” Direktur Bisnis Regional Kalimantan PLN, Djoko Abumanan, mengungkapkan bahwa sebenarnya kerugian utama mangkraknya 34 pembangkit ini bukan uang yang hilang.
Macam-Macam Penyebab
Tapi masyarakat yang terlambat mendapatkan listrik akibat pembangkit tak selesai dan PLN harus membuat penggantinya. Ada macam-macam penyebab di balik mangkraknya 34 proyek pembangkit listrik yang disoroti oleh Presiden Joko Widodo. Suprateka menyebutkan, bukan hanya karena Independent Power Producer (IPP) atau kontraktor yang membangunnya kekurangan modal saja.
Ada proyek yang tak dapat diselesaikan karena tumpang tindih kepemilikan lahan, yaitu PLTU Tarakan 2 x 7 MW. Proyek ini telah diterminasi sejak 2011 lalu. ”PLTU Tarakan kami putus karena persoalan tanah. Masalah tanah tidak selesai sampai hari ini, tumpang tindih kepemilikannya. Kontraknya sudah diputus, 2011 kami terminasi,” lanjut Djoko.
Ada juga proyek yang mangkrak akibat perubahan kebijakan pemerintah soal APBN. Sejak pemerintah menghapus anggaran multiyears, ada proyek-proyek pembangkit listrik yang akhirnya mangkrak karena tidak lagi mendapatkan dana, misalnya PLTU Sampit 2 x 25 MW.
Lalu ada proyek yang tak bisa dilaksanakan karena lokasinya tidak cocok, ada kesalahan saat feasibility studies (FS), yaitu proyek PLTU Timika 4 x 7 MW. ”Lokasinya ternyata tidak cocok. Kami FS ulang untuk pindah. Pengadaan barang sudah sekitar 20%, pemborongnya tetap komit melanjutkan,” tambah Direktur Bisnis Regional Maluku-Papua PLN, Haryanto WS.
Secara keseluruhan, PLN telah melakukan langkah-langkah agar pasokan listrik untuk masyarakat tetap tercukupi, tidak sampai terjadi krisis listrik. Di Kalimantan, jelas Djoko, misalnya PLTU Buntok 2 x 7 MWdiganti dengan Gardu Induk (GI) sehingga kebutuhan listrik masyarakat sekitar dapat dipenuhi dari pembangkit lain. (sm/dtc,ant)