Perubahan kebijakan itu tentu disambut gembira oleh para calon pembuat SIM, akan tetapi justru sebaliknya, mereka merasakan sangat berat dan rumit untuk membuat SIM khususnya di Lombok Tengah. Memang prosesnya tidak berbelit belit. Cukup dengan membawa KTP Asli dan Surat Keterangan Dokter, maka kita bisa mendaftarkan diri di lokat pendaftar, akan tetapi yang amat sulit adalah lulus ujian.
Setelah mendaftar maka peserta diberikan kartu antre dan tiak berapa lama dipanggil langsung untuk poto SIM namun itu tergantung sedikit dan banyaknya yang membuat SIM. Setelah itu selanjutnya peserta diminta masuk ke loket dua atau tiga untuk mengikuti tes teori atau tes simulasi. Nah ditempat ini peserta mulai dibuat gerah dan pusing tujuh keliling, pasalnya tes simulasi sangat berat dan memerlukan kejelian tingkat tinggi. Ada dua tombol jawaban yakni tombol jawaban Benar dan tombol jawaban Salah. Gampang memang menekan tombolnya akan tetapi yang sulit jawabannya.
Materi soal memang masih seputar tata c
ara berkendara atau mengemudi termasuk pengenalan rambu rambu lalu lintas, namun tidak semua orang faham soal rambu akibat kurang sosialisasi terkait pengenalan rambu ke masyarakat. akibatnya tidak hanya mereka yang rendah pendidikannya, yang sudah sarjana saja mengaku sangat sulit menjawab soal.
Nujumudin misalnya, mengaku sudah sudah tiga kali tes tidak juga lulus di tes teori atau simulasi. Selanjutnya seminggu lagi disuruh datang untuk tes kembali. Dia mengaku sangat susah menjawab soal yang diberikan. "Saya harus datang lagi jauh jauh ke Praya untuk tes lagi, saya tidak lulus lagi, kok tidak ada kebijakan meringankan beban peserta" ungkapnya.
Tidak hanya Nujumudin asal Janapria itu yang susah, beberapa orang juga mengaku sangat sulit menjawab soal tersebut. Bahkan tidak sedikit yang hingga 4 hingg 5 kali tidak lulus ujian. Itu baru tes teori atau simulasi, belum lagi tes praktek sehingga dimungkinkan bagi peserta untuk tes hingga 10 kali jika memang tidak lulus.
Nah lalu, apakah tidak ada kebijakan lebih rasional dan meringankan beban peserta ?, harusnya dipikirkan biaya dan sebagainya bagi masyarakat sehingga tidak membebani. Yang menarik, tiak sedikit dari peserta yang ikut tes sudah pernah memiliki SIM, namun hanya karena terlambat perpanjang, mereka harus berat hati untuk mengikuti tes hingga berulang ulang kali.
Kebijakan polisi itu memang disatu sisi sangat memberatkan dan menyusahkan pembuat sim, namun disisi lain, angka kecelakaan masih sangat tinggi akibat dari tidak faham dengan rambu rambu dan tata cara berkendara yang baik dan benar.
Disamping itu kesadaran masyarakat untuk berkendara yang baik dan benar masih minim. Dalam operasi Zebra yang dilakukan pihak Satlantas Polres Lombok Tengah dari tanggal 16-29 Nopember lalu sedikitnya ada 1.800 lebih pelanggaran berbagai jenis pelanggaran mulai dari tak membawa surat surat kendaraan, melanggar rambu rambu, savetu belt, tidak menggunakan helm hingga menggunakan HP saat berkendara.
Nah mungkin ini harus dipikirkan jalan keluarnya oleh polisi. Polisi berharap semua pengendara atau masyarakat memiliki lisensi mengendara atau mengemudi, namun masyarakat sangat sulit mendapatkan SIM. Jangan sampai masyarakat terpaksa tidak buat SIM karena sulit mendapatkan walau hanya sim C sekalipun. (bersambung)