463 Aktivis dan Rakyat Papua Ditangkap Pada Aksi Penolakan Trikora

Anak-Anak Papua Di bawa Umur Ditahan di Tahanan. (Ilustrasi@)

Jayapura (KM) - Papua yang sering disebut sebagai bagian integral dari Indonesia, sampai saat ini masih terjadi pro dan kontra. 

Pemerintah Indonesia mecaplok dan menguasai tanah Papua dengan beraneka ragam pendekatan, baik itu melalui adat, agama, ekonomi, dan politik serta kekuatan militeristik. Salah satu pendekatan negara Indonesia yang dikenal untuk merebut Papua adalah melalui operasi militer yang dikenal dengan istilah Trikora (1961). 

Operasi militer sendiri berangkat dari dekrit komando yang dikeluarkan oleh presiden panglima tinggi angkatan perang republikIndonesia dalam rangka politik konfrontasi dengan Belanda untuk membebaskan Irian Barat yang kini disebut Papua. 

Pada 19 Desember 1961 telah memberikan instruksi kepada angkatan bersenjata untuk melakukan operasi militer besar–besaran dengan tugas wajibnya membebaskan Papua dari tangan kekuasaan Belanda. Adapun isi komando butir Tri Komando Rakyat; a). Gagalkan pembentukan “Negara Boneka Papua” bauatan kolonial Belanda, b). Kibarkan sang merah putih di Irian Barat (Papua) tanah air Indonesia dan c). Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa. 

Hal tersebut diperintahkan oleh presiden Soekarno pada 19 Desember 1961 di Yogyakarta. Tanggal ini juga disebut–sebut sebagai hari lahirnya kekerasan dan kejahatan militer Indonesia terhadap rakyat Papua. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh presiden mahasiswa USTJ, Nelius Wenda pada aksi penolakan Trikora dan mendukung keanggotaan penuh ULMWP pada sidang MSG di Port Vila Vanuatu pada bulan ini.

 “Terjadinya Trikora merupakan pelanggaran HAM terbesar yang dilakukan oleh Indonesia pada 19 Desember 1961. Operasi militer yang dilakukan secara sepihak demi kepentingan ekonomi termasuk kekayaan alam di Papua. Tanpa ada kompromi dan persetujuan Indonesia mencaplok dan menguasai Papua. Bahkan operasi militer sendiri masih terjadi sampai sekarang dengan melalui berbagai cara”, ujarnya saat diwawancarai kabarmapega.com di Waena Jayapura, Senin (19/12/2016). 

Lanjut dia, sekalipun pemerintah Indonesia klaim operasi militer telah berakhir 55 tahun silam tapi bukti hari ini menunjukan bahwa operasi militer masih berlaku di tanah Papua. 

“Bukti operasi militer atau kekerasan dan kejahatan negara terhadap orang Papua terbukti pada aksi 19 Desember 2016 yang menangkap, menyiksa, membatasi ruang demokrasi dan lain sebaganya di seluruh Indonesia. 

Kami menolak segala macam bentuk pendekatan pemerintah Indonesia melalui kaki tangan aparat militer yang sangat kejam yang selalu membatasi ruang gerak orang Papua”, tegas Wenda. 

Sementara itu sejumlah daerah melakukan aksi yang berbeda baik ibada syukur dan aksi damai. Hampir ribuan aktivis dan rakyat Papua dikabarkan ditangkap dan disiksa oleh aparat keamanan dan militer termasuk BIN, BAIN, Densus 88 dan lain sebagainya. 

KNPB pusat melalui akun facabook sekertaris umum, Ones Suhuniap menuliskan bahwa ada 463 orang ditangkap pada aksi tolak Trikora di  Papua tidak termasuk luar Papua Indonesia. Penangkapan tersebut terjadi di berbagai daerah, diantaranya adalah; Merauke ±126 orang termasuk ± 5 anak kecil dibawah umur, Wamena ± 165 dalam tempo 2 hari, KNPB konsulat Manado dan Gorontalo ± 85 orang, Jayapura ± 37 orang, dan KNPB wilayah Nabire ± 75 orang. Khusus di wilayah Jayapura sekitar 7 orang yang dikabarkan mengalami luka dan siksaan berat oleh aparat keamanan. 

Mereka yang mengalami kejadian pada aksi damai dan martabat adalah;  Edy Yalak (tangan patah, luka bocor di kepala dan dan kaki kanan), Jack Mote (luka bocor di kepala belakang), Yenas Wakla (luka bocor kepala bagian belakang), Andy Mum (kepala bocor bagian belakang), Yoram Balingga (luka memar di mata dan tangan kanan), Oncer Balingga (mata bocor), dan Yanus Silak (dipukul pada ulu hati). Sementara di wilayah La-Pago dikabarkan banyak anak–anak kecil dibawah usia ikut ditangkap dan disiksakan. 

Namun ketika media kabarmapegaa.com. menghubungi pihak terkait dikatakan belum bisa terdata baik. Karena pihak aparat kemanan dan militer masih menjaga masyarakat sangat ketat sehingga belum ada ruang untuk pihak jurnalis dan wartawan mengupdate informasi secara baik. Di bagain La-Pago sendiri hanya menggelar ibada syukur di kantor DAP La-Pago. 

Ribuan rakyat ikut partisipasi dalam perayaan tersebut, namun tidak lama kemudian dibubarkan secara paksa oleh tim gabungan aparat kemanan dan militer Indonesia.

Pewarta    : Soleman Itlay

Aktivis Sedang Aksi (Ist)

Ilustrasi@. Anak-Anak Papua Di Bawah umur Ditahan.

Aktivis KNPB, Natalis Magai Dipukul Aparat, Senin, (19/12/16) dari Expo, Jayapura.

Aktivis KNPB Yang Dipukul.

Aksi di Expo 19 Desember 2016


Subscribe to receive free email updates: