Catatan Kecil: Penghianatan Terhadap Bangsa

(Foto: Dok. Rudhy P/KM)
Oleh: Rudhy Pravda

"Nenek moyang mu tak pernah sedikitpun mengajari kau tentang saling musuhan, saling memfitnah, saling berhadap-hadapan tuk berlawan antara sesama atau bangsamu. Nenek moyang kau mengajari kau saling satu, saling bersama mendukung, berjuang, dan menolong bila di serang musuh hingga sampai harus di bunuh. Jika nenek moyang kau mengajari saling musuhan antara kau maka ia sejujurnya bukan nenek moyang kau, melainkan nenek moyang kolonial."

Belajar sejarah bangsa mu aku mendapatkan hikmah dan hidayah-Nya dari belajar soal sejarah, karena sepanjang kau hidup dari bangsa mu di jaman dulu Samapi hari ini kau Masi menghargai hukum rimba pegunungan dari tulang-belulang nenek moyang mu. Hukum rimba yang di artikan kau dan kalian hidup berkecukupan tanpa saling hidup merampas, kau dan kalian riang bahagia menari bersama penghuni rumah pegunungan.

Kini kalian sudah mulai kenal siapa kolonial, siapa musuh kalian, kini kalian sedikit-demi sedikit mungkin akan habis di bumi rimbah itu, kini kalian akan di kubur hidup-hidup tanpa ampun, terpingkal-pingkal kalian akan menatap rimbun hutan pegunungan tak ada lagi yang menjaga dan menjadi tuan tuk melindunginya.

Kalian sudah merdeka atau bebas dari imun klonial, kain sudah tak pantas menjadi kacung kolonial, kalian bisa hidup di atas permadani tanpa gelimang darah karena melawan kekejaman. Tahun itu sudah kalian merdekakan hidup sepanjang jajahan, bahkan demi satu bendera, satu bintang, satu burung, satu lagu (One People One Soul) menunjukan kalau kalian bukan Belanda, bukan Indonesia, dan bukan pula Amerika Serikat.

Sekarang nyawa demi nyawa harus khilang di telan demokrasi alakadar Imperialisme, Agen Imperialisme, Tentara, Polisi, dan Milisi Sipil Reaksioner. Karena ini tugas menggali kuburan sejarah maka kalian harus berani benahi hidup yang penakut itu dan adanya penghianatan bangsamu sendiri. Kami dan kalian bisa punya kekuatan meski orang-orang kami, orang-orang kalian sendiri membuncah menjadi lawan kita bersama, malahan orang-orang kami, orang-orang kalian akan membangun persekutuan keramat suci guna mengusir kita bersama, mereka sudah di hamili sejak lama, kandungan hasil perselingkuhan manusia angkuh, suka membunuh, suka darah dan lain-lain.

Merek adalah manusia-manusia malang tak bisa mandiri, memerintah diri sendiri, bahkan suka mengambil banyak memberi sedikit. Kini kami bukan lagi melawan nyata-nyatanya siapa kolonial, siapa fasisme, kini bahkan sulit sekali karena kami melawan bangsa kami sendiri. Sekelompok manusia begundal yang merugi bila harus keluar dari persekutuan keramat itu. Bahkan sudah sampai membentuk sekutu juang tanpa mandiri tanpa lelah dan tanpa kerja keras.

Kibar-kibar bendera, buang-buang slogan NKRI harga mati, kebehinekaan, garda merah putih, Papua enak dengan Indonesia dll. Inilah mereka dan kami sudah saling di adudomba karena satu tekat masing-masing hidup bergelimang permadani di atas tumpukan kemuliaan manusia mulia nan suci hatinya, baik budinya. Karena itulah muncul memuncak barah merah putih, hingga mereka sendiri mendustakan nenek moyang mereka kami dan kalian, mereka punya senjata yang di panggungi setumpukan prajurit, kita dan kalian punya kekutan selain kita harus bersatu sesadar-sadarnya.

Adanya penghianatan bangsanya sendiri atau rakyatnya bukan karena hari ini, tetapi jauh sudah tempo kelak kalian sudah mengibarkan bendera satu bintang kejora. Demi inilah satu alasan sejarah kami menggali kuburan yang sudah mungkin khilang, atau sengaja kemungkinan mau di kehilangan. Atas dasar janji, impian, kemauan, dan keberkahan hak sahaja serta indahnya manusia sosial yang bahagia maka kami dan kalian meski harus di khianati perjuangan yg sudah kita emban dan tempuhi akan tetap ada meski dunia sudah di telan sejarah.

Catatan sebanyak ingatan kita sudah ada jalan keluarnya, barah itu sudah memerah, surga itu sudah kita ketahui jejak jalannya, sehingga inilah jalannya kita masih satu tujuan dan satu jalan selama kita belum menang.
 
*) Penulis adalah Peduli Terhadap Kekerasaan dan Pelanggaran HAM di Papua, dan Aktivis Pembelah Kebenaran Bagi Bangsa dan Rakyat

Editor: Muyepimo Pigai

Subscribe to receive free email updates: