Kisah "Parto" Pria Inggris Pengajar Gamelan di Kota London


Portal Berita Internasional ~ Seorang guru gamelan di Inggris Peter Smith, yang mengklaim memiliki nama Jawa 'Parto', mengatakan ia selalu merindukan kota Solo, tempat dia belajar instrumen musik Jawa itu.

Setiap kali mengingat kota Solo, Parto mengatakan yang terbayang di benaknya adalah suasana kekeluargaan yang sangat menyenangkan dan selalu dirindukannya.

Guru gamelan yang tinggal di Oxford ini mulai belajar gamelan lebih dari 30 tahun lalu, dan mengatakan selalu menyempatkan diri kembali ke Solo.

"Rencananya satu tahun (tinggal di Solo untuk belajar gamelan), tapi saya tinggal di Solo sampai tiga tahun. Sampai sekarang kangen banget...saya bolak balik (ke Solo) setahun bisa sampai dua kali," kata Peter kepada BBC Indonesia  usai mengajar di Southbank Centre, London, bulan lalu.

"Tinggal di Solo seperti suasana di desa saat saya kecil. Di jalan, ketemu teman dan ngobrol. Saat saya kecil, ke toko dengan ibu tak bisa sebentar. Perjalanan lima menit, bisa setengah jam. Ketemu pak itu, bu itu, ngobrol-ngobrol. Solo ya seperti itu," tambah Peter dalam bahasa Jawa.


Setiap pekan pada Kamis sore Peter mengajar gamelan, dari kelas pemula sampai level lanjut, di Southbank Centre, pusat kebudayaan terbesar di Inggris.

Sekitar 30 murid, sebagian besar orang Inggris, mengikuti kelas gamelan yang dibina mas "Parto" ini.

Sebagian membawa biskuit dan ada juga yang membawa kudapan Indonesia seperti tempe goreng dan dadar gulung untuk dinikmati saat istirahat.

"Dengan makanan seperti ini, suasana Indonesia terasa," kata salah seorang murid Peter.

Pusat kebudayaan Southbank Centre telah berdiri sejak awal tahun 1980-an dengan satu ruangan khusus untuk latihan gamelan.

Di seluruh Inggris saat ini terdapat lebih dari 150 kelompok gamelan.

"Sampai di rumah (Oxford) jam satu pagi," kata Peter setelah selesai mengajar, satu jam menjelang tengah malam saat berjalan menuju sebuah stasiun kereta di London.

Peter mengenang, dia pertama kali belajar gamelan di Unversitas York, tempatnya kuliah sekitar 30 tahun lalu.

"Saya dulu main piano. Saat di Universitas York, ada profesor... yang membeli gamelan dan membawanya ke universitas. Ada ukiran naga, kembang, daun. Seninya indah sekali. Saya langsung senang," kisahnya.

"Kalau piano main sendiri, tapi gamelan ada suasana bersama, ada rasa berkumpul. Kalau piano harus baca not balok, sementara dalam gamelan penting untuk menghafal," cerita Peter.

"Gamelan memabukkan, seolah mengisi ruangan, dengan suasana indah," tambahnya.

Setelah belajar gamelan beberapa tahun, Peter memperdalam instrumen musik Jawa ini di Solo pada 1993 melalui beasiswa Darmasiswa yang disediakan pemerintah Indonesia.

Subscribe to receive free email updates: