Pengadaan.web.id - LKPP dan Indonesia Corruption Watch (ICW) sepakat melakukan perpanjangan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepahaman untuk pengembangan Sistem Pemantauan Masyarakat pada pengadaan barang/jasa pemerintah. Perpanjangan kerja sama yang ditandatangani pada Senin, 22 Mei 2017, ini diharapkan dapat memperkuat fungsi pemantauan dan mengakselerasi pelaksanaan reformasi birokrasi, khususnya di sektor pengadaan.
Koordinator ICW Adnan Topan Husodo menjelaskan bahwa data yang diberikan LKPP telah diolah oleh ICW dalam bentuk yang lebih informatif. Bahkan, ia menyebut bahwa sinyalemen adanya praktik korupsi yang diperoleh dari data yang dirilis ICW juga telah digunakan oleh aparat penegak hukum. “Saya kira ini penting, misalnya untuk pengadaan barang jasa pemerintah atau lembaga-lembaga pemerintah menggunakan tools ini untuk melakukan pengawasan supaya kemudian tendernya tidak jatuh pada praktik korupsi,” ujar Adnan.
Melalui data yang disediakan LKPP, ICW pun secara aktif melakukan pemetaan potensi kecurangan terhadap paket-paket lelang pemerintah melalui riset berbasis Potential Fraud Analysis. Riset ini menggunakan pendekatan 5 variabel yang meliputi nilai kontrak, partisipasi, efisiensi, waktu pelaksanaan proyek, dan monopoli. Hasilnya, ICW memeringkat dan mendapatkan daftar K/L/D/I yang memiliki potensi kecurangan paling tinggi.
“Kami berharap MoU ini (dapat) kita kembangkan dalam kerangka yang lebih besar. Bukan hanya teman-teman LKPP menyediakan data kepada ICW yang kemudian diolah dalam opentender.net, melainkan juga perumusan-perumusan kembali, yang saya kira, bisa mengakselerasi agenda reformasi birokrasi di sektor PBJ,” ujar Adnan. [sich!]
Dalam menanggapi isu penguatan pemantauan oleh publik, Kepala LKPP Agus Prabowo mengakui bahwa LKPP selalu terbuka untuk terus dipantau, termasuk dalam membuka informasi. Namun demikian, ia juga berharap pemantauan di sektor pengadaan tidak hanya berfokus pada praktik pengadaannya saja, melainkan masyarakat juga perlu memperhatikan ekosistem pengadaan.
Pada kesempatan itu pula, Agus merilis data capaian pengadaan nasional pada kuartal satu tahun ini. Agus menyayangkan rendahnya capaian realisasi pengadaan yang telah selesai pada kuartal pertama. Tercatat data rekapitulasi paket lelang selesai di tingkat kabupaten, kota, dan provinsi masing-masing hanya sebesar 2%, 5%, dan 6%. Sementara itu, capaian di lingkungan kementerian dan lembaga tercatat lebih baik dengan total rekapitulasi paket selesai masing-masing mencapai 33% dan 14%.
Di samping itu, lanjut Agus, ada beberapa permasalahan yang terindikasi saat ini, di antaranya 5.089 paket lelang yang disinyalir baru ditayangkan di SiRUP sehari sebelum lelang dimulai serta banyaknya paket pengadaan yang dinyatakan putus kontrak mengacu pada data Sismontepra.
Menanggapi hal tersebut, Agus menyebut ekosistem pengadaan yang belum harmonis—seperti iklim politik, terutama di daerah, yang kurang kondusif serta sistem keuangan negara yang belum ”klop” dengan aturan pengadaan, menjadi beberapa penyebab keterlambatan realisasi pengadaan ini.
”Karena pengadaan ini adalah sistem kompleks yang dipengaruhi peraturan-peraturan atau situasi lain yang di luar kewenangan LKPP. Kalau kita punya keinginan mau punya pengadaan yang baik, yang lain juga harus dikontrol dan alangkah senangnya LKPP kalau ICW ikut memantau itu” pungkasnya.
Sumber: LKPP