News Internasional ~ CEO Facebook, Mark Zuckerberg, menantang dirinya sendiri untuk keliling Amerika Serikat hingga akhir 2017. Ia sesumbar ingin “belajar tentang harapan dan tantangan hidup orang-orang”.
Sejauh ini terlihat pada foto-foto di akunnya di Facebook, Mark Zuckerberg telah bertandang ke sebuah lahan pertanian dan mengemudikan traktor, mengobrol dengan pecandu heroin yang sedang rehabilitasi, dan berbicara soal ketimpangan sosial.
Namun, pepatah yang berbunyi “gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak” agaknya relevan dengan Mark Zuckerberg. Setidaknya begitu menurut Victor dan Nicole, yakni pasangan suami istri yang bekerja di salah satu kafetaria di kantor pusat Facebook, Menlo Park, California, AS.
“Apakah dia (Mark Zuckerberg) akan ke sini?” Nicole bertanya, sebagaimana dihimpun MandiriTekno, Selasa (25/7/2017), dari TheGuardian.
Hanya beberapa mil dari rumah Mark Zuckerberg atau beberapa blok dari kantor pusat Facebook, Victor dan Nicole tinggal bersama tiga anak mereka di sebuah garasi yang hanya cukup untuk dua mobil.
“Dia (Mark Zuckerberg) tak perlu keliling dunia. Seharusnya dia belajar tentang apa yang terjadi di kota ini,” Nicole menuturkan.
Keluarga kecil Victor dan Nicole sudah tiga tahun terakhir menempati garasi mobil. Ada tiga kasur terletak di sisi belakang, satu untuk Victor dan Nicola dan dua lainnya adalah kasur bertingkat untuk ketiga anak mereka.
Tak ada sekat pemisah untuk membedakan fungsi ruang. Sofa dan coffee table seakan menjadi pembatas antara ruang tidur dengan ruang tengah keluarga.
Baju-baju ada yang tersimpan rapi di lemari kecil, ada pula yang digantung di sekat-sekat pintu garasi. Jika mau masak di dapur atau menggunakan kamar mandi, Victor sekeluarga harus meminjam di tetangga.
“Ini tak mudah. Apalagi ketika hujan,” kata Victor.
“Anak perempuan kami terus bertanya kapan dia dapat kamar sendiri dan kami tak tahu harus jawab apa,” Nicole menambahkan.
Gaji tinggi, tuntutan hidup lebih tinggi
Bekerja di Facebook merupakan sesuatu yang bergengsi dan barangkali bikin orang-orang iri. Jika dibandingkan dengan tempat lain, pendapatan Nicole dan Victor sebagai pegawai kafetaria sebenarnya cukup tinggi.
Nicole meraup 19,85 dollar AS (Rp 264.000-an) per jam sebagai kepala shift. Sementara Victor mendapat 17,85 dollar AS (Rp 238.000-an) per jam sebagai pegawai kafetaria biasa.
Angka itu sedikit lebih tinggi ketimbang standar upah minimum untuk pegawai kontraktor sebesar 15 dollar AS atau senilai Rp 200.000.
Perlu dicatat, pegawai di kafetaria Facebook disebut sebagai pegawai kontraktor. Pasalnya, mereka tak langsung bekerja di bawah naungan Facebook melainkan untuk pihak ketiga yang bermitra dengan Facebook.
Dalam kasus Nicole dan Victor, mereka bekerja untuk perusahaan bernama Flagship Facility Service. Terlepas dari itu dan tingginya gaji Nicole dan Victor dari standar upah minimum, mereka toh tetap tak mampu hidup layak.
Pasalnya, Menlo Park adalah area “mahal” di mana standar hidup orang-orangnya sangat tinggi. Ketimpangan antara gaji Nicole dan Victore dengan engineer software Facebook lebih dari empat kali lipat.
Standar hidup di Facebook pun tak manusiawi bagi para pegawai kontraktor. Untuk membayar iuran asuransi kesehatan pegawai, Nicole dan Victor bahkan tak mampu.
Tak usah sampai ke situ, Nicole dan Victor pun kesulitan membeli makanan sehari-hari dan baju untuk anak-anak mereka. Seringkali Victor meminjam duit ibunya untuk membelikan kado ulang tahun anaknya. Semua serba mahal di area industri teknologi.
Diperlakukan tak sama, dipandang sebelah mata
Bagi orang-orang luar, Nicole dan Victor bisa dibilang keren karena bekerja di Facebook sekalipun di kafetarianya. Meski demikian, Nicole merasa terkucilkan dan dianggap tak setara dengan pegawai Facebook lainnya.
“Mereka (para pegawai Facebook) melihat kami lebih rendah,” kata dia.
“We don’t live the dream. The techies are living the dream. It’s for them,” ia menambahkan.
Setiap hari Nicole melihat banyak makanan-makanan sisa yang tak dihabiskan dan dibuang begitu saja oleh para pegawai Facebook. Ada juga makanan utuh yang memang tak terbeli.
Ia sangat ingin membawa makanan-makanan itu pulang, tapi aturan perusahaan tak memperbolehkan pegawai membawa pulang makanan sisa tersebut.
Beberapa fasilitas Facebook untuk pegawai seperti akses kesehatan, gym, dan hari “membawa anak bekerja” tak berlaku bagi pegawai kafetaria. Menurut juru bicara Facebook, itu sudah menjadi kebijakan perusahaan.
“Kami komitmen menyediakan lingkungan kerja yang aman dan adil bagi semua pekerja Facebook, termasuk kontraktor,” hanya itu yang bisa dikatakan juru bicara Facebook.