SINAR NGAWI™ Ngawi-Beban Pajak Penerangan Jalan (PPJ) yang dibayarkan ke PLN dari pos APBD di tahun 2018 yang mencapai Rp. 16 miliar, membuat pihak dewan gusar. Komisi I dan IV DPRD Ngawi yang dipimpin langsung oleh Slamet Riyanto, melakukan publik hearing dengan pihak terkait guna mengurai permasalahan pajak tarif listrik yang dibayarkan Badan Keuangan (BK) Pemkab Ngawi ke PLN.
"Publik hearing terkait PPJ dan PJU ini untuk mengurai polemik yang selama ini timbul tetapi tidak perlu saling menyalahkan siapapun dan pihak manapun. Tujuanya hanya sebatas efisiensi pembayaran PPJ yang dibayarkan ke PLN dengan mekanisme yang jelas dan terukur," terang dia.Tambahnya, publik hearing ini dilakukan dengan memanggil pihat yang berkaitan dengan PPJU, diantaranya Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) bidang Penerangan Jalan Umum (PJU), PT PLN perwakilan Ngawi, BK dan Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Pengembangan (Bappelitbang) serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD).
Jelas Slamet kemudian bahwa, keberadaan PJU terjadi ketimpangan antara di pedesaan dengan di kota, padahal para pelanggan listrik sama-sama membayar PPJ sebesar 10 persen.
“Sehingga diharapakan, pemerataan PJU ke desa-desa harus direalisasikan secepatnya secara bertahap dengan sistem meterisasi agar nilai pajak yang harus dibayarkan bisa diketahui nominalnya,” ulasnya kemudian.
Terpisah, temuan yang mendasar laporan dari LSM Prasasti Nusantara yang dilayangkan ke DPRD Ngawi pada Maret 2018 lalu, yang ditindaklanjuti dengan publik hearing ini, karena adanya data yang berhasil digali nilai total pembayaran PPJ dari seluruh pelanggan listrik di Ngawi seperti tahun 2018 ini mencapai Rp 17 miliar.
Sedangkan yang dibayarkan PPJ melalui Bidang Pajak BK Pemkab Ngawi ke PLN mencapai Rp 16 miliar. Padahal jika dikerucutkan sesuai sampel acak seperti di Desa Gentong, Kecamatan Paron, melalui hitungan meterisasi (legal) PPJ yang dibayarkan hanya sekitar Rp 3 juta yang sebelumnya mencapai Rp 9 juta.
"Selama ini pembayaran PPJ dari PJU sangat besar padahal itu bisa dihemat dengan demikian harus ada keterbukaan semua pihak. Dan lebih pentingnya keberadaan PJU antara desa dan kota harus berimbang karena pelangganya sama-sama membayar dengan nilai sama," ungkap Miftahul Huda.
Pewarta: Kun/pr
Editor: Kuncoro