Upacara Adat Duk Beji Tawun Sebagai Bentuk Pelestarian Budaya Lokal

Sejarah terjadinya ritual duk beji tawun

SINAR NGAWI™ Ngawi-Upacara adat Keduk beji atau yang dikenal dengan sebutan Duk Beji kembali digelar dengan kemasan beragam. Budi Sulistyono Bupati Ngawi, yang membuka acara ritual tahunan budaya di Desa Tawun, Kecamatan Kasreman Ngawi, mengatakan bahwa selain melestarikan budaya lokal juga untuk tujuan wisata.

“Khususnya dengan adanya budaya ritual adat Keduk Beji ini, diharapkan generasi muda makin memahami kekayaan budaya sendiri,” terang dia,
.
Tambahnya, saat ini potensi budaya lokal memang dirasakan makin minus dan tergerus budaya global. Adanya Keduk Beji sebagai satu wahana budaya yang harus dikedepankan sebagai bagian identitas daerah.

“Setiap daerah mempunyai ikon khas akan budaya seperti grebek suro yang ada di daerah lain. Dan di Ngawi ini setidaknya ada Keduk Beji dan menjadi satu pertanyaan apabila kegiatan yang sudah mentradisi ini terkikis oleh budaya luar. Kewajiban kita tidak lain adalah melestarikanya,” urainya lagi.

Prosesi upacara adat ini di awali ratusan warga Desa Tawun berkumpul di sumber berukuran 20 x 30 meter.

Ritual dimulai dengan melakukan pengerukan atau pembersihan kotoran dengan mengambil sampah dan daun-daun yang mengotori sumber mata air Beji yang berada di Desa Tawun.

Supomo selaku sesepuh Desa Tawun selaku juru silep (juru selam) yang sudah dikenal ini mengatakan, bahwa tujuan utamanya adalah mengeduk atau membersihkan Sumber Beji dari kotoran.

Ritual Keduk Beji terletak pada penyilepan atau penyimpanan kendi yang berisi air legen di pusat sumber air Beji.

Pusat sumber tersebut terdapat di dalam gua yang terdapat di dalam sumber Beji sendiri. Ritual ini berawal dari (legenda) warisan Eyang Ludro Joyo yang dulu pernah bertapa di Sumber Beji untuk mencari ketenangan dan kesejahteraan hidup.(ADV)
Pewarta: Kun/pr
Editor: Kuncoro


Subscribe to receive free email updates: