Aksi tersebut terkait tindakan refresif aparat kepolisian terhadap aksi massa pada 22 Mei di Jakarta yang menelan korban jiwa.
Mereka menuntut Pemerintah RI (Presiden Joko Widodo) bertanggung jawab atas tragedi kemanusiaan yang menewaskan 8 orang masa aksi dan 730 lainnya lula-luka.
Selain itu mereka mendesak pemerintah untuk segera membentuk Tim Pencari Fakta atas meninggalnya 527 orang anggota KPPS di berbagai daerah.
Mereka juga mengecam dan mengutuk tindakan represifitas aparat kepolisian dalam mengamankan aksi demonstrasi 22 Mei di Jakarta.
Kendati demikian mereka juga meminta kepada Paslon Presiden dan Wakil Presiden no urut 01 dan 02 untuk menunjukan sikap kenegarawannya dengan segera melakukan konsolidasi dan rekonsiliasi secara Nasional, supaya terciptanya kondusifitas dan tidak terjadi konflik berkepanjangan.
"Kami meminta kepada Komnasham untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Polri dalam membubarkan massa aksi dengan menggunakan peluru Tajam" ungkap pengunjukrasa.
Seraya membawa pamflet yang bertuliskan "demokrasi bukan membunuh tapi membangun", "kecam represifitas#save NKRI" mereka meminta agar Presiden mencopot Kapolri dan Menkopolhukam karena mereka dinilai bertanggungjawab atas tragedi 22 mei itu.
Sebelumnya Pada tanggal 22 Mei 2019 di Jakarta telah terjadi tragedi yang tidak diharapkan bersama, ribuan massa aksi dan kepolisian (Brimob ) saling serang dan baku hantam sehingga memakan korban jiwa dan luka-luka, total yang meninggal dunia 8 orang sedangkan yang luka sekitar 730 orang dari massa aksi.
Atas bentrok berdarah itu, HMI mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian, "kita harus rapatkan barisan agar keadilan bisa kita tegakan di Indonesia.Hari ini kita turun ke jalan karena melihat harga diri kita yang semakin bobrok, di Ibukota telah terjadi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Polri, 8 warga negara dilaporkan tewas bahkan ada yang menggunakan peluru tajam" tegasnya.
Sebelumnya Kapolri berdalih bahwa peluru tajam tersebut bukan dari kepolisian dan menyebutkan bahwa pada hari itu ada kelompok yang akan membuat kericuhan.
Bagi mahasiswa Rezim Jokowi sudah mengekang kebebasan berpendapat, hal itu terlihat dari banyaknya tokoh-tokoh yang ditangkap dengan dalih makar, kena UU ITE bahkan menghalangi masyarakat yang ingin ikut aksi di Jakarta.
"Kami prihatin dan menyayangkan terkait adanya korban yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap massa aksi. pihak kepolisian yang di harapkan mengayomi masyarakat justru menembaki massa aksi yang berujung kepada jatuhnya korban jiwa dan luka-luka" ungkapnya.
"Kami Badko HMI Bali Nusra sangat menyayangkan tidakan tersebut karna menurut kami hal itu melanggar Asas Pancasila dan UUD NKRI 1945 dan jangan sampai merujuk kepada Mahkamah Internasional atas tragedi ini" tambahnya..
Dalam aksi itu mahasiswa menyatakan bela sungkawa terhadap tragedi demokrasi dan mendoakan NKRI agar keutuhan dan perdaiman kembali dirajut dan juga para korban jiwa mulai awal pelaksaan hingga pasca Pemilu agar yang meninggal semoga khusnul khotimah.
Sebelumnya pukul 15.10 WITA, Massa bergerak dari titik kumpul di Sebelah barat Islamic Center NTB Jl.Langko Kota Mataram menuju Simpang Empat BI Jl.Pejanggik Kota Mataram.
Pukul 15.20 WITA, Tiba di Simpang Empat BI Jl.Pejanggik Kota Mataram dan langsung berorasi
Massa aksi selanjutnya bergerak dari Simpang Empat BI menuju Mapolda NTB Jl.Langko Kota Mataram dengan berjalan kaki
Setiba di depan Mapolda NTB Jl.Langko Kota Mataram dan langsung berorasi dan Pembacaan puisi dan pernyataan Sikap serta Tuntutan oleh korlap
Aksi tersebut tidak mendapat tanggapan dari Pihak Polda NTB dan berjalan aman dan kondusif. Gs