Lombok Tengah, sasambonews - Kemiskinan dan ketimpangan adalah permasalahan bangsa yang telah berlangsung dari tahun ke tahun. Indonesia adalah negara dengan tingkat ketimpangan nomor 4 di dunia, dimana menurut Credit Suisse (2016) menyebutkan bahwa 1% orang Indonesia menguasai 49,3% kekayaan nasional, dan 10% menguasai 75,7% kekayaan nasional. Selain itu, berdasarkan BPS (2018), ketimpangan yang masih tinggi, yaitu pada tingkat 0,384 dimana ketimpangan terbesar berasal dari perkotaan yaitu sebesar 0,391. Hal tersebut diikuti dengan jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 25,67 juta jiwa atau sekitar 9,66%.
Selama Maret 2018 – September 2018, Garis Kemiskinan (GK) mengalami kenaikan sebesar 2,36% . Komponen terbesar yang mempengaruhi GK tersebut adalah komoditi makanan yang merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan masyarakat dan kebutuhan dhoruriyat dalam pandangan Islam. Keadaan tersebut juga membuat beban yang cukup besar bagi masyarakat golongan miskin yang rata-rata menanggung 4,63 anggota rumah tangga di tiap 1 rumah tangga miskin.
Tingkat inklusi keuangan syariah Indonesia masih banyak ruang untuk tumbuh jika dibandingkan dengan tingkat inklusi keuangan Nasional. Untuk itu OJK berkomitmen dan senantiasa untuk terus bersinergi dengan seluruh pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan akses keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat, mengingat kemiskinan berkaitan erat dengan ketersediaan akses keuangan kata Direktur Pengaturan dan Pengawasan LKM OJK Lembaga Jasa Keuangan Kantor Regional 8 Bali Nusra Suparlan saat memberi pelatihan Wartawan wilayah kerja Bali Nusa Tenggara di Hotel Novotel Kuta Kecamatan Pujut Minggu 30/6 kemarin.
Menurutnya, tujuan upaya peningkatan inklusi keuangan adalah untuk mengurangi ketimpangan melalui penyediaan akses keuangan oleh sektor jasa keuangan, dengan beberapa program pilihan yang dapat dijangkau masyarakat secara mudah dan merata. “Salah satu elemen masyarakat yang memiliki fungsi strategis dalam pendampingan untuk mendorong perekonomian masyarakat adalah Pesantren” ujarnya.
Dengan potensi yang ada, pesantren sebagai lembaga pendidikan yang berbasis agama ini memilliki potensi yang besar untuk memberdayakan umat dan berperan dalam mengikis kesenjangan ekonomi dan mengentaskan kemiskinan, khususnya masyarakat di sekitar Pesantren.
Menurut Suparlan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan melihat adanya kebutuhan untuk mempertemukan antara pihak yang memiliki kelebihan dana untuk didonasikan kepada masyarakat dan masyarakat yang membutuhkan pembiayaan untuk usaha dengan imbal hasil yang sangat rendah maka OJK membentuk Bank Wakaf Mikro.
Bagi Suparlan, Pembentukan Bank Wakaf Mikro didasari oleh keinginan dan komitmen besar OJK bersama Pemerintah, baik pusat maupun daerah dan seluruh pemangku kepentingan lainnya untuk berperan nyata dalam peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan penyediaan akses keuangan masyarakat yang mudah (tanpa agunan) dan murah (imbal hasil setara 3%), khususnya bagi usaha kecil, mikro dan bahkan ultra mikro.
Bank Wakaf Mikro ialah lembaga keuangan mikro syariah yang didirikan atas izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan bertujuan memberikan pinjaman modal usaha kepada masyarakat kecil baik itu di perkotaan, pedesaan ataupun di pelosok pelosok desa. Pendirian bank Wakaf Mikro pun dilakukan melalui pesantre-pesantren yang telah mendapatkan izin dari OJK.
Lalu kenapa memilih Pesantren sebagai basis utama BWM ?. Rahman menegaskan karena Pimpinan pesantren memiliki komitmen yang tinggi dalam membangun kesejahteraan masyarakat di lingkungan pesantren. Pimpinan Pesantren memiliki pemahaman tentang Keuangan Syariah. Di wilayah sekitar pesantren terdapat masyarakat miskin produktif. Pesantren mampu menyiapkan calon pengurus LKM Syariah yang memiliki integritas, akhlak, dan reputasi keuangan yang baik. Pengurus LKM Syariah memiliki ghirah (spirit) dan kompetensi yang tinggi dalam pengelolaan keuangan mikro syariah (Micro Finance) dan melakukan pendampingan dan Pesantren memiliki social impact yang besar terhadap masyarakat dimana di ponpes memiliki pengajian rutin untuk masyarakat sekitar dan atau Pimpinan Pesantren memiliki kedekatan dan berpengaruh pada masyarakat sekitar. “Di Lombok Tengah sendiri telah berdiri Bank Wakaf Mikro di Ponpes Almansyuriah Bonder” katanya.
Terhadap perkembangan BWM, monitoring dan Pengawasan BWM dilakukan oleh OJK yang berkoordinasi dengan Kemenkop, Pesantren,Lembaga Amil Zakat selaku owner program, serta Tokoh Masyarakat yang Amanah, salah satunya Kyai dan Ulama di Pesantren. Selain itu, dukungan donatur/perusahaan juga dapat mendukung monitoring dan pengawasan yang dilakukan. (am)