Lombok Tengah, SN - Bagi kebanyakan orang sampah merupakan masalah, tapi tidak halnya bagi warga Dusun Torok Aik Belek, Desa Montong Ajan, Kecamatan Praya Barat Daya.
Bank Sampah Torok Raya, itulah nama usaha daur ulang yang digagas warga Torok Aik Belek. Setiap hari puluhan warga menyisir botol-botol plastik di pesisir pantai dan pemukiman. Hasilnya kemudian dibawa ke gudang penampungan yang telah disiapkan pengelola bank sampah.
Sampah plastik kemudian dipilah berdasarkan jenisnya sebelum dibersihkan dan diolah. Berbekal keterampilan, sampah plastik yang sebelumnya menjadi masalah, disulap menjadi aneka kerajinan menarik dan bernilai ekonomi.
Kepala Dusun Torok Aik Belek, Nurul Fatoni menuturkan, usaha daur ulang sampah tersebut sudah berjalan setahun lebih. Usaha ini berawal dari keluhan wisatawan seputar sampah di pantai. Beberapa pemuda kemudian mengusulkan pembentukan Bank Sampah Torok Raya.
Awalnya, proses daur ulang dilakukan dengan cara pembakaran. Namun dengan pertimbangan polisi udara, sampah akhirnya dirubah menjadi aneka kerajinan sepeti tas, tali dan souvenir lainnya. Yang mana sejauh ini sudah banyak dibeli oleh para wisatawan sebagai souvenir. Harganya pun bervariasi, mulai puluhan hingga ratusan ribu tergantung jenis dan tingkat kerumitan pengerjaanya.
Di luar dugaan kata Toni, usaha yang ditekuni warga dilirik oleh PT.Inves Indonesia Island, salah satu investor di kawasan Torok Aik Belek. Dengan bantuan peralatan dari PT.Inves Indonesia Island, saat ini Bank Dampak Torok Raya sudah bisa membeli mesin pencacah. Sekarang, botol-botol plastik dan lainnya sudah bisa diolah menjadi serbuk sampah. " Banyak yang mau beli, tapi nanti dulu lah," kata Toni.
Bahkan dalam waktu dekat Bank Sampah Torok Raya sudah bisa memproduksi piring, pot, gelas, bidak catur dan berbagai barang berbahan plastik lainnya. " Mesinnya sudah dipesan, dalam beberapa minggu kedepan sudah bisa produksi," kata Toni di rumahnya, Sabtu (13/03/2021).
Adapun sampah tidak hanya dari wilayah Torok Aik Belek saja, tapi juga dari desa-desa tetangga. Yang mana sampah yang dijual warga dihargakan Rp 2.000/kg. Namun hasil penjualan akan ditabung dan diberikan kepada warga dalam bentuk sembako sesuai jumlah tabungan mereka.
Adapun karyawan tetap berjumlah sepuluh orang dan bekerja dari pagi sampai sore. Sedangkan upah kerja sekitar Rp 250 ribu/minggu, juga diberikan dalam bentuk sembako. "Dampaknya sangat besar. Paling tidak bisa mencukupi kebutuhan harian," terangnya.
Disamping meningkatkan ekonomi warga, pendirian bank sampah juga sebagai upaya menjaga kebersihan kawasan wisata dan mensukseskan program Zero Waste atau bebas sampah yang dijalankan Pemprov NTB. Sayangnya, sejauh ini belum ada bantuan apapun yang diberikan pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten. " Dinas LH kabupaten dan provinsi sudah turun, tapi hanya sekedae melihat lihat saja. Sementara bantuan mesin dan peralatan yang kami butuhkan tidak pernah direspon," terangnya.
Untuk itu kedepan pihaknya berharap kepada pemerintah agar memperhatikan keberadaan usaha daur ulang sampah di wilayahnya. Karena bagaimanapun juga usaha ini sangat berdampak besar terhadap suksesnya program Zero Waste yang digagas Pemprov NTB.
" Kita diminta mensukseskan program, tapi giliran diminta bantuan sulitnya minta ampun. Terus terang kami sangat berharap pak gubernur bisa berkunjung ke Torok Aik Belek ," kata Toni.
Kadus muda tersebut juga mengajak warga desa lain khususnya di wilayah Selatan mampu mengambil sisi positif dari keberadaan sampah yang masih saja menjadi persoalan di NTB.
" Kebersihan lingkungan adalah tanggungjawab kita bersama. Jadi kami akan terus berikhtiar mensukseskan program pemerintah dan membantu masyarakat," pungkasnya. (am)