saat membaca pernyataan sikap beberapa intelektual amungme dan kamoro menolakan injil IUPK oleh pemerintah indonesia di lapangan terbuka lapangan timika indah. (Foto: Melvin yogi /KM) |
Timika, (KM)-- Akar rumput Hak ulayat PT Freeport suku Amungme dan Kamoro serta kekerabatan suku-suku Papua lainnya mendukung penuh New Agreement kontrak karya yang pertama sampai 2021 dan kami tolak IUPK yang di rancang oleh Negara Indonesia.
“Kami masyarakat hukum adat Amungme dan Kamoro Wilayahnya adalah kontrak karya PT Freeport Indonesia yang selama kurang lebih 50 tahun Freeport Indonesia beroperasi di wilayah Timika namun selama 50 tahun keadaan kami tetap sama seperti beberapa tahun yang lalu walaupun kami ada banyak yang mengalami perubahan dan banyak hal masalah-masala social yang belum terpecahkan. Kami akui bahwa wilayah adat Amungme dan Kamoro Perusahan itu mewujudkan dana yang begitu besar tapi tidak pernah sentu kepada masyarakat ,” ujar Elianus Magal saat diwawncara Kabar Mapegaa, Kamis (02/03/2017).
Lanjut Magal, di masyarakat, hak ulayat tidak pernah sentuh sebagai hak kami maka terjadi penderitaan diatas penderitaan diatas negeri kami sendiri sampai banyak masyarakat yang mati dan saudara/I orang tua kami yang pernah tanda tangan New Agreement dan new Agreement itu pasal 5 mengatur tentang kontrak karya wilayah kami tapi secara spesifik tidak pernah menjelaskan dengan demikian kami punya kesimpulan sejak tahun 1967 kontrak karya PT Freeport Indonesia pernah tanda-tangani kami masyarakat hak ulayat tidak pernah melepaskan itu dan perusahan saat ini sudah mogok dan kami rasa bahwa new agreement Memorandum of Understanding (MOU) 2021 itu harus akhiri.
Ia menjelasakan, Kami Kembali ke awal kami memulai lagi dengan MOU generasi baru dimana itu harus terjadi pada 2021 kontrak karya belakhir/ “ oleh karena itu kami meminta kepada pemerintah pusat, mempertimbangkan pemberlakuan IUPK itu, betul-betul rakyat sedih inikan kami bicara kemanusiaan kita hidup di tengah-tengah masyarakat kami lihat karyawan di pecat, mereka menangis, stress sepertinya kami betul-betul simpati dan empati dengan mereka kami juga masyarakat Amungme dan Kamoro serta suku lainya ada di kabupaten mimika betul-betul sudah resa dengan keadaan ini,” tegasnya lagi.
Sebab itu kami berharap kepada Presiden RI Ir. Yoko Widodo dan para jajaranya memberikan solusi bagi kami yang juga merupakan rakyat Indonesia yang ada di bumi Amungsa.
“Akhir-akhir ini sejak kontrak peraturan pemerintah nomor 1 tahun 2017 itu banyak kelompok yang berbondong-bondong ke pusat dan dari pusat ke papua itu kepentingan pribadi, ada juga edit-elit local amungme saat ini berada di Jakarta. Kami harap mereka pulang ke papua untuk mendengarkan pikiran, isi hati dari pada masyarakat akar rumput serta papua lainya ambil aspirasi masyarakat lalu mewakili kesana,” ungkapnya.
Kata dia, Kami sebagai masyarakat hak ulayat siap juga negosiasi kontrak karya antara simpati pemerintah Indonesia Freeport dan masyarakat pemegang hak ulayat, oleh karena itu kami mohon Menteri ESDM, Menko kemaritiman Luhut Penjahitan dan Presiden betul-betul membantu kami untuk mendorong hak-hak kami yang di jamin dalam kontitusi pasal 18 b ayat 2 tolong buat undang-undang kusus dan tidak boleh serahkan kepada kelompok-kelompok kepentingan yang tidak mewakili hak-hak masyarakat.
“Apa yang kami lakukan adalah bukti nyata kami mewakili aspirasi masyarakat kami membutuhkan dukungan semakin luas aspirasi masyarakat sampaikan ke kosong I Negara republik Indonesia, ini adalah perjuangan murni, perjuangan muliah yg sedang kami dorong kami punya hati nurani tidak tega kita tidak tahu jatunya dimana, kami tahu bahwa Freeport itu kelola dana yang besar oleh karena itu, kenapa tidak sampai di masyarat karena disana tidak ada yang mengatur tentang regulasi itu kita baku tipu di atas. Oleh karena itu pada saat negosiasi kontrak karya tripati harus lakukan dan pemerintah harus membantu kami untuk menerbitkan undang-undang khusus,” katanya.
Ia juga menanyakan bagimana dengan kesejatraan masyarakat dua suku.” Sepertinya Freeport Indonesia itu sudah ada komitmen hanya saja tidak dukung dengan regulasi yang jelas, karena momitmennya apa buktinya dia berikan dana-dana social hanya saja tidak ada regulasi tersebut, kami tidak tahu uang itu dimana ini yang kita betul-betul wujudkan di dalam regulasi dan pemerintah kebupaten mimika segera buat regulasi yang jelas,”jelasnya lagi.
Supaya, lanjut, kami juga hitung dan itu harus membuat stiper untuk masyarakat, ini 20% kemiskinan provinsi papua itu di kabupaten mimika memalukan, dia meminta pemerintah daerah mimika harus segera dilakukan kajian hukum apa yang kami lakukan.
Liputor : Melvin Yogi/KM