Kasus Pengadaan Buku, Polisi Diminta Usut


LOMBOK TENGAH, sasambonews.com,-
Kasi Sarana dan Prasarana (Sarpras) Bidang Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan (Disdik) Lombok Tengah, menyayangkan dugaan pemaksaan pembelian buku Sekolah Dasar (SD) yang terjadi beberapa bulan lalu.

Jika benar pihak Unit Pelaksana Tekhnis (UPT) melakukan pemaksaan sebagaimana yang dikeluhkan sejumlah kepala sekolah baru-baru ini,  menurutnya merupakan kesalahan fatal.  Sebab tugas Kepala UPT dalam proses pembelian buku  hanya sebatas memberikan masukan kepada sekolah agar membeli buku sesuai kurikulum dan tentunya dibutuhkan, baik oleh siswa dan sekolah.
Namun pihak UPTD dan Disdik tidak berhak menunjuk perusahaan distributor buku, apalagi memaksa kepala sekolah.
“ Haram hukumnya jika UPTD sampai mengarahkan apalagi memaksa sekolah untuk membeli buku pada satu perusahaan tertentu,” kata Makbul di ruang kerjanya, Rabu.

Sebelum didistribusikan, pihak sekolah harus benar-benar mengetahui buku yang akan dibeli, baik kwalitas maupun sumber buku. Sehingga pihak penjual dan pembeli tidak ada yang dirugikan.

Sebab pembelian buku merupakan hak mutlak pihak sekolah. Jika tidak merasa membutuhkan, apalagi tanpa ada pesanan terlebih dahulu, kepala sekolah berhak menolak dan tidak ada pihak manapun yang berhak memaksa.

Jadi jika pembelian buku yang dikeluhkan saat ini dikatakan sebagai kewajiban, apalagi perintah pihak kabupaten, menurutnya bohong besar. Semua itu diduga hanya modus pihak UPTD dan perusahaan untuk menekan kepala sekolah.  Namun jika benar, hal itu tentunya harus bisa dibuktikan.
“ Kalau memang ada perintah dari pihak kabupaten, tolong tunjukkan siapa orangnya,  jangan asal ngomong,” tegasnya.

Adapun perusahaan penerbit yang dinyatakan lolos seleksi dan memenuhi persyarakat dari kementerian sebanyak 10 perusahaan.
Yakni PT.Temprina, Gramedia,Intan Online, Trisera Online, SPKN,Cahaya Edukasi, Mulia Kencana Semesta, JP Books dan Masmedia Buana Pustaka. Jika buku yang dibeli  tidak diterbitkan oleh salah satu dari 10 perusahaan tersebut, menurutnya patut dipertanyakan.

Agar tidak terulang kembali, pihaknya beranggapan bahwa persoalan tersebut perlu disikapi, khususnya oleh aparat kepolisian. Sebab tidak menutup kemunginan adanya pelanggaran hukum di dalamnya.
Pihak UPTD dan perusahaan juga diminta menarik buku yang sudah dikirim dan mengembalikan uang yang sudah ditarik dari masing-masing sekolah.
Sementara bagi sekolah yang terlanjur mengambil buku, diminta tidak membayar. Kalau ada yang memaksa, kepala sekolah harus meminta bukti pesanan. Sebab aturannya, sebelum buku dikirim, terlebih dahulu dipesan oleh sekolah. Jadi jika tidak ada bukti pesanan, pihak sekolah tidak punya kewajiban membayar.  “ Kalau tidak bisa menunjukkan bukti pesanan jangan dibayar. Kalau tetap ngotot segera lapor polisi, itu pemerasan,” kata Makbul.

Namun demikian, kejadian tersebut dihgarapkan menjadi pelajaran bagi kepala sekolah, khususnya SMP  agar lebih berhati hati dalam melakukan pembelian buku.

Jika ada hal-hal yang sekiranya bertentangan dengan petunjuk tekhnis, pihak kepala sekolah diminta berani menolak. “Siapapun yang menawarkan dan memerintahkan, kalau tidak sesuai ketentuan harus dilawan,”pungkasnya. |wis



Subscribe to receive free email updates: