Foto; Dok, Google/KM |
Oleh: Yuianus U. Nawipa
OPINI, KABARMAPEGAA.COM – Kesabaran perlu di bangun dalam kehidupan, karena ketika menjalani kehidupan bagi setiap insan manusia di dunia ini pasti saja ada masalah yang menimpah diri bahkan di kategorikan dalam konteks masalah Pelanggaran HAM di tanah Papua. Ketika hidup manusia itu berada dalam masalah, emosional menjadi tingakatan bagi manusia untuk perlawanan, namun musti manusia harus sadar akan masalah itu sendiri agar tercipta perlawanan yang sejati.
Kita melihat bahwa, secara realitanya, OTSUS di tanah Papua sudah menjadi bisnis lahan bagi elit-elit politik pemerintahan dan sebagai tempat penindasan bagi rakyat Papua, bahkan sebagai contahnya; pengusaha bisnis, peluang tenaga kerja kecil dan besar dan lain sebagainya itulah mereka melakukan sebagai penindasan terhadap rakyat Papua. Sehingga, rakyat Papua menjadi terpinggir dengan sumber daya alam yang dimiilikinya.
Sebagai manusia tentu ada emosionalnya. Tetapi, kita perlu tapsirkan bahwa, apakah arti emosi bagi rakyat Papua dalam menangani masalah Papua? Bagaimana bisa terjadi emosinya? Kapan di mulai emosinya itu? Dan dari mana emosinya itu terletak? Itu menjadi pertanyaan bagi yang kita, rakyat Papua yang masih memperjuangkan keadilan dan kebenaran bagi pembebasan tanah air, Papua dan perlu kita mengetahui situasional yang terjadi di tanah Papua.
Penulis ingin mengatakan bahwa, tentu saja emosi bisa terjadi terhadap rakyat Papua karena kelakuan TNI/PORLI Indonesia yang selalu menyangkal atau membenarkan diri atas perbuatan mereka. Pada hal, mereka selalu melakukan kekerasan terhadap Orang Asli Papua (OAP) yang tak kunjung hentinya.
Mereka melakukan kekerasan, baik secara kelihatan maupun tidak kelihatan terhadap orang Papua adalah secara terorganisir. Misalnya; kita lihat bahwa, pelanggaran HAM di Papua, seperti; kasus Paniai berdarah, 08 Desember 2014 lalu, kasus Biak berdarah, kasus pembunuhan terhadap Dewan Presedium Papua, Bapak Theys Eluay dan kasus-kasus lainnya.
Apa yang di kategorikan emosi terkait penindasan dan penjajahannya itu? Emosi karena ada masalah banyak di tanah Papua untuk menghabiskan nyawa orang Papua di atas tanah Papua.
Penulis mengakui bahwa, beberapa bulan lalu M.r Emele sudah memberikan dukumen pelanggaran HAM West Papua kepada Sekjen PBB 25 Mei 2016, bertempat Turky.
Selama 59 tahun Papua menderita karena segala bentuk penjajahan tellah di lakukan oleh para penindas dan penjaja Ketika mendengarkan dan melihat bahwa, penindasan itu terjadi hati terasa talk bisa bertahan untuk melampiaskan secara emosial. Tetapi, hati pun selalu membangun kesadaran bahwa, sertiap masalah pelanggaran HAM di Papua sudah menjadi tantangan besar buat rakyat Papua untuk terus melawan dan terus berjuang demi pembebasan yang harus di rasakan oleh rakyat Papua dan pada umumnya bisa terbukti bahwa, pelanggaran HAM menjadi sorotan utama untuk perlu di ketahui oleh dunia.
Sehingga, Negara Indonesia melakukan kekerasan itu adalah apakah hak mereka namun, hari ke hari sama orang Papua seperti di bunuh orang Papua dan lain sebagainya jadi jangan emosi lagi tetapi, hati-hati saja di mana kita berada.
Butuh kesabaran dalam melawan penjajahan biar pun terjadi emosional, namun kesadaran muncul ketika itu dalam media News Turky mengatakan bahwa, beberapa pertemuan KTT sudah berbicara banyak tentang masalah pelanggaran HAM West Papua di tingkat internasional.
Mereka berbicara tentang masalah pelanggaran HAM di Papua kehadapan 9.000 orang, termasuk PBB, baik utusan dari kepala negara 55 orang, 173 perwakilan negara itu tahun 2016 kemarin. Harapan kami, tahun ini mereka akan mendaftarkan dekolonidasi ke PBB masalah untuk penentuan nasib sendiri itu ada solusi. (Frans P/KM)
*) Penulis adalah Pemerhati Pelaggaran HAM di Tanah Papua