Saat usai wisuda, Mama; Ylita Giyai dan Anaknya; Mari Dou S.H. Foto; DOk, Petrus Y/KM |
Kali ini, penulis akan mendeskripsikan artikel dibawah terkait Seorang Wanita asal Papua yang pertamanya di Papua bahkan juga secara regional telah mencatat sejarah baru bahwa “Menerima Sarjana Hukumnya dengan berbusana Adat Suku Mee Papua” pada 2017 ini. Sebab, bagi penulis, hal itu adalah suatu peristiwa atau kisah yang teristimewa dalam hidup. Penulis kagum dan memberikan apresiasi khusus kepadanya. Mari kita cermati artikel singkat berikut ini.
Oleh: Petrus Yatipai
ARTIKEL, KABARMAPEGAA.COM – Seorang wanita Papua, asal Suku Mee dari Kabupaten Deiyai ini telah mencatat sejarah baru pada tamatan pendidikan tingginya di Perguruan Tunggi Ilmu Hukum. Sebab, pada momentum hari Wisudanya itu telah mengenakan Pakaian Adat Suku Mee Papua (Mogee) sebagai pakaian adat wanita adalah suatu unsur yang tak terpisahkan dari kehidupan ini baginya. Gadis Papua itu telah melewati Pendidikan tingginya tanpa Ayah alias Almahrum Rikhardu Dou. Dimana Ayahnya itu telah meninggal semenjak ia berada di Bangku Pendidikan SMA N1 Manokwari. Sekali pun situasi kehidupan keluarganya demikian, semangat untuk menempuh impiannya tak pernah habis. Dan kini sudah usainya meraih gelar sarjana Ilmu Hukum di Manokwari dengan berpredikat sangat memuaskan.
Wanita berbodi tinggi itu namanya, Maria Dou,SH. Ia baru memperoleh sarjana Ilmu Hukum, dengan Jurusan Hukum Perdata berjenjang Strata satu atau sering disebut (S-1) itu, secara sah pada 21 Februari 2017 dari Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Manokwari-Papua Barat. Rektor Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Manokwari, Papua Barat, Filep Wanafma, S.H.,M.Hum, pada angkatan tersebut telah menamatkan ratusan sarjana mudah asal Papua bahkan luar Papua bertempat di Hotel Aston,Arfai Manokwari.
Sebagai kekuatan yang menglatarbelakangi terbangkitnya pikiran untuk mengenakan pakaian Adat pada hari istimewanya adalah :
a) Saya ingin memberikan warna, pesan-kesan tersendiri kepada banyak orang. Bukannya Kebaya atau pakaian Adat Jawa saja yang hanya bisa digunakan dalam merayakan hari-hari istimewa untuk berhappy. Namun setiap baju Adat yang ada juga bisa dilestarikan dan digunakan misalnya dalam acara Wisuda juga acara-acata lain untuk memperkenalkan pada publik.
b) Ingin tampil beda dari yang lain. Artinya dalam acara-acara Wisuda tersebut, seringkali mengenakan Kebaya / Pakaian Adat jawa saja selama ini. Sedangkan setiap Suku Banga memiliki Pakaian Adatnya masing-masing. Dengan demikian, pada hari istimewa saya tersebut telah mengenakan Kebaya/Pakaian Adat bernuangsa Baju Adat Suku Mee Paniai.
c) Saya melihat dengan meningkatnya Budaya luar sehingga melalui kesempatan tersebut bagaimana menghiasi suasana itu dengan berbusa Adat kita Suku Mee – Papua.
d) Saya ingin mengangkat jati diri yang ada melalui pakaian adat sebagai anak Papua.
Sedangkan, ketika menanyakan hal itu kepada Ibu kandungnya, Yulita Giyai, mengatakan saya sangat bangga dengan anak saya yang telah menggunakan pakaian adat pada hari wisudanya itu. Karena Mamanya menilai kita Manusia adalah Manusia berbudaya. Ia katakan juga sekali pun anak saya dan kami sekeluarga hidup lama di Negeri rantau alias Manokwari, saya selalu mengajarkan beragam hal tentang dasar-dasar nilai Budaya kita Suku Mee.
Dengan peristiwa ini memperlihatkan kepada Dunia bahwa Budaya lokal sangat signifikan yang perlu dilestarikan serta diberdaya gunakan seiring dijaman gital ini. Dimana menurut UUD RI 1945 Pasal 32 berbunyi “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”. Jadi, hal ini sacara akademisi pun ikut mendukung dan mempunyai ruang untuk bebas berekspresi dengan kekhasannya yang ada secara beretika dan professional. Apa lagi, STIH Manokwari adalah lembaga pendidikan yang besarnya berbicara tentang hukum itu.
Menurut RUU Kebudayaan yang sedang dibahas Panja DPR RI. Draft ini adalah draft per 14 Juni 2011.
Pasal 4
(1) Setiap orang berhak:
· Mempertahankan dan mengembangkan nilai, norma, adat istiadat, tradisi dan keseniannya yang menjadi dasar dalam meningkatkan taraf kehidupannya;
b. Berpikir, berekspresi, dan berkreasi dalam mengembangkan kebudayaannya; dan
c. Mengelola nilai, norma, adat istiadat, tradisi, dan kesenian yang menjadi identitas etniknya sebagai satu kesatuan pengembangan kebudayaan nasional.
(2) Dalam mengembangkan kebudayaannya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b setiap orang harus memperhatikan nilai kepatutan dari kebudayaan suku bangsa lain.
Pasal 5
a. Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban memajukan kebudayaan nasional dalam rangka penyelenggaraan kebudayaan.
b. Kewajiban memajukan kebudayaan nasional sebagai mana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan cara:
1. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya nasional;
2. melakukan inventarisasi dan pendokumentasian buaya;
3. memfasilitasi peran serta masyarakat dalam mengembangkan budaya di masyarakat; dan/atau;
4. melindungi dan mempromosikan keanekaragaman kebudayaan suku bangsa.
5. Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan masyarakat dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
Itulah pertama dalam sejarah di Dunia Pendidikan yang telah dicatat oleh seorang Gadis Papua asal Suku Mee - Papua itu. Semoga hal ini memberikan suatu pesan dan motivasi tersendiri kepada anak-anak Papua untuk pentingnya Budaya lokal yang ada agar terus-menerus dijaga dan diberdaya gunakan dimana saja berada. (Muyepimo/KM)
*) Penulis adalah Mahasiswa Papua dan Pemerhati Budaya Papua