SUMBAWA, sasambonews.com-Keberadaan PT. Pelindo III di Kabupaten Sumbawa, NTB ditentang masyarakat lantaran PT. Pelindo ingin mengusai lahan milik masyarakat yang menjadi hak pengelolaan PT. Pelindo saat ini. Terkait hal itu hari ini tiga LSM melakukan aksi massa ke gedung BPN, Bupati Sumbawa dan DPRD Sumbawa. Tuntutan mereka saat ini menyangkut lahan yang sedang saat dikuasai oleh PT. Pelindo III.
Empat tuntutan mereka diantaranya, meminta kepada Pemerintah untuk memutuskan sertifikat hak pengelolaan yang diberikan kepada PT. Pelindo di stop dikarenakan tanah tersebut di klaim oleh PT. Pelindo sebagai hak milik, Kembalikan dengan segera tanah hak milik masyarakat desa Labuhan Badas. Yang dikuasai oleh PT. Pelindo. Diminta pertanggungjawaban badan pertanahan nasional (BPN) Kabupaten Sumnawa atas sertifikat hak pengelolaan yang diberikan kepada PT. Pelindo.
Jika poin 1,2, dan 3 tidak dilaksanakan oleh Pemerintah maka lembaga sosial masyarakat (LSM) Sumbawa bersama masyarakat akan melakukan pemblokiran dan pemboikotan untuk menutup jalan masuk ke Pelabuhan badas sampai permaslahan tersebut dapat diselesaikan.
Jika poin 1,2, dan 3 tidak dilaksanakan oleh Pemerintah maka lembaga sosial masyarakat (LSM) Sumbawa bersama masyarakat akan melakukan pemblokiran dan pemboikotan untuk menutup jalan masuk ke Pelabuhan badas sampai permaslahan tersebut dapat diselesaikan.
Ketua Gerakan Taruna Kreatif (Gertak) Sukrianto mengatakan bahwa aksi yang dilakukan hari ini adalah bentuk aksi sosial agar PT. Pelindo III hengkang dari Sumbawa.
Lanjut Anto sapaan akrabnya bahwa apa yang dilakukan oleh PT. Pelindo merupakan bentuk yang akan menggangu ketentraman dalam masyarakat. Karena lahan masyarakat ingin dikuasai,”tegasnya.
Hal senada juga dikatakan oleh Ketua Front Pemuda Peduli Keadilan (FPPK) Pulau Sumbawa Abdul Hattap agar PT. Pelindo III hengkang dari Sumbawa.
“Jika ingin membuat runyam masyarakat. Sebaiknya PT. Pelindo hengkang dari Sumbawa,”papar Hatap.
Lanjut Hatab berdasarkan sertifikat nomor 402, 439, 494, dan 495 yang dikeluarkan oleh BPN Sumbawa pada tahun 1978 bahwa lahan tersebut merupakan hak pengelolaan saja. Bukan hak perusahaan.
Dikatakan Hatap yang terjadi justru sebaliknya dari hak pengeloaan menjadi hak perusahaan. Oleh karena itu Pemda harus dengan tegas menyingkapi hal ini. Karena jika hal ini terjadi maka rakyat Sumbawalah yang rugi,”katanya. (Her)