Kritis, Pemdes Lantan, Kehutanan dan PDAM Gelar Penghijauan

Lombok Tengah, SN - Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan. Sistem itu untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah instruksi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.



Dalam hutan tidak hanya ada pohon, tapi juga terdapat jenis tanah, tanaman, dan kehidupan binatang yang dapat hidup dan berkembang.
Mereka akan saling membentuk ekosistem hutan. Ekosistem hutan memiliki hubungan yang komplek, pohon dan tumbuhan menggunakan cahaya matahari dan karbon dioksida untuk membuat makanan.
Karbon dioksida tersebut diambil dari udara, ditambah air serta unsur hara (nutrisi yang dibutuhkan tanaman) dan mineral yang diserap dari dalam tanah.

Namun apa jadinya jika hutan itu rusak, maka ekosistem yang ada didalamnya akan turut punah. Baik itu hewaninya maupun air bawah tanahnya. 

Kondisi inilah yang dialami oleh hutan lindung yang ada di kawasan Hak Guna Usaha (HGU) Desa Lantan Kecamatan Batukliang Utara. 
HGU untuk pengelolaan hutan kemasyarakatan (HKM) telah disalah gunakan. Izin Pemanfaatan HKM kepada masyarakat dijadikan alasan pembenar untuk melakukan aktivitas pertanian di dalam kawasan tersebut bahkan perluasan lahan pertanian sudah menyentuh pada titik terlarang. Maka pohon pohon besar menjadi korban pembantaian sang perambah. Kayu kayu besar bergelimpangan seperti seonggok kayu tak bermakna. Pohon yang masih berdiri tegak dibakar dan dibiarkan mati. Hektaran Pisang berbagai jenispun muncul dan tumbuh kembang dengan baik. Pohon Kopi yang dahulu tumbuh disela sela pohon pohon raksasa itu kini sudah hampir tak terlihat. Yang ada sekarang adalah hamparan Pisang dan juga tanaman hoktikultura seperti cabai, terong, tomat dan lain sebagainya. 

Miris melihatnya, namun apa mau dikata, masyarakat berdalih untuk keberlangsungan hidup anak, istri dan keluarga. Dalih apapun jika merusak hutan jelas sangat tak dibenarkan oleh pemerintah ataupun pengguna air hutan tersebut. 

Berdasarkan hitung hitungan Pemerintah Desa sekitar 5 Hektar kawasan penyangga mata air dikawasan itu rusak parah. Lahan tersebut dikusai warga tanpa izin. Pembalakan liar meraja lela, sementara penegakan hukum sangat minim. 

Berdasarkan data dari Balai Tahura Nuraksa Dinas LH dan Kehutanan Provinsi NTB, luas hutan dibawah kendali Tahura sebanyak 1021 Hektar. Dari luas hutan tersebut sekitar 10 % nya sudah rusak parah sementara sisanya diwilayah hulunya masih bisa diperbaiki. 

Kepala Desa Lantan Lalu Ervanadi tak menampik adanya kerusakan parah dikawasan Hutan lindung di HGU dusun Pemasir Desa Lantan. Lebih dari 5000 hektar kawasan hutan tersebut rusak parah. Saking parahnya masyarakat pemerhati lingkungan Desa Lantan pun bertindak. Mereka mengerahkan ratusan orang untuk membabat habis Pohon pisang yang ditanami warga. Pemerintah Desa dan pemerhati lingkungan pun mengharamkan warga untuk melakukan aktivitas pertanian di kawasan itu. "Masyarakat sudah mulai kesal oleh ulah oknum masyarakat itu, perambahan hutan sangat merugikan semua pihak" ungkapnya.

Untuk memulihkan ekosistem yang ada, Pemerintah Desa bersama dengan pihak Balai Tahura Nuraksa Dinas LH dan Kehutanan Provinsi NTB dan PDAM Tirta Ardhia Rinjani Kabupaten Lombok Tengah dibantu juga oleh masyarakat dan Babinkantibmas melakukan kegiatan reboisasi dikawasan hutan yang rusak parah tersebut. 

Kepala Balai Tahura Nuraksa Samsiah Samad mengatakan kerusakan hutan terparah ada di kawasan Dusun Pemasir Desa Lantan. Lebih dari 10 % dari luas hutan tersebut mengelami kerusakan sangat parah sementara sisanya masih bisa diperbaiki. 

Samsiah mengklaim sudah memenjarakan sejumlah warga yang melakukan ilegal logging sebagai efek jera. 

Sementara itu dampak lain yang ditimbulkan dari perambahan hutan selain air pertanian warga mengecil adalah menyusutnya debit mata air untuk air bersih.

Direktur Teknik PDAM Tirta Ardhia Rinjani Kabupaten Lombok Tengah L.Sukemi Adiantara mengatakan akibat dari adanya perambahan hutan dikawasan sumber mata air Tibu Lempanas Desa Lantan tersebut, debit air menyusut tajam mencapai 25 % dari kondisi normal. Hal ini berdampak pada suplesi air ke masyarakat pengguna air. Terlebih lagi sumber mata air Tibu Lempanas ini juga  melayani kawasan wisata Kuta dan sekitarnya. "Kalau ini dibiarkan terus maka diprediksikan dalam beberapa tahun ke depan sumber mata air dan air untuk pertanian akan musnah, dan ini jelas sangat merugikan semua orang" ungkapnya.



Subscribe to receive free email updates: