Foto Mamiq Tomy Arifin berdiri di atas tanah miliknya yang akan dijadikan tikungan kedua dan ketiga Moto GP Kute Lombok. |
LOTENG, SN – Penggusuran di area Moto GP Kute Lombok tahap 2 yang rencananya awal Oktober 2020 diharapkan tidak terjadi dan ITDC diminta mengedepankan musyawarah, dialog, pendekatan budaya dan kearifan lokal. Demikian dikemukakan Tokoh Masyarakat Kute, Mamiq Tomy Arifin, Gema Lazuardi dan kawan-kawan dalam wawancara kemarin.
Menurut Mamiq Tomy, pihaknya sangat sangat mendukung pembangunan sirkuit moto GP. ‘’ Saya yang paling mendukung, pembangunan ini apalagi di tempat saya, Tapi mari selesaikan saya dengan baik-baik dan saya tidak akan memaksa harga dengan harga tinggi demi kelancaran pembangunan ini,’’ pintanya.
Apalagi tanah miliknya sudah jelas dan tidak mau dikosongkan sebelum ada kesepakatan. ‘’Saya tidak mau disuruh prig, digusur tanpa ada penyelesaian karena tidak ada jual belinya dengan ITDC,’’ tandasnya.
Lahan Mamiq Tomy, Gema Lazuardi dan Jinalim akan jadi tikungan ke dua dan ke tiga sirkuit Moto GP. Sementara pembayaran belum juga dilaksanakan ITDC. ‘’Sayangnya kita masyarakat kecil, pak tidak ada tempat mengaadu, tempat keluh kesah,’’ ujarnya.
Sementara itu Gema Lazuardi menyatakan lucu, kalau dia harus menggugat ITDC ke pengadilan. Karena sesuai dengan putusan tahun 2020. ‘’Kenapa harus saya menggugat tanah saya sendiri,’’ ujarnya.
Tahun 2016, waktu Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang, Zainul Majdi sudah ada upaya musyawarah dan dialog dengan Forkopimda, dan Gema ditawarkan Rp 2.8 miliar oleh pihak ITDC untuk tanah seluas 60 are miliknya. ‘’Kenapa kok sekarang disuruh gugat tanah saya sendiri ITDC lucu,’’ ujarnya.
Kepada Gubernur NTB, Zulkieflimansyah, dia berharap agar mengedepankan budaya dan kearifan lokal serta mengedepankan musyawarah. Bukan hanya foto foto saja dengan pejabat atau pun investor.
Gema Lazuardi menegaskan pemerintah hendaknya mengayomi semua pihak, bukan pengusaha atau investor saja. ‘’Bukan ITDC saja, rakyat juga harus dilindungi,’’ tegasnya.
Kasus tanah moto GP ini juga bukan semata belum dibayarkan tanah milik rakyat oleh investor tapi juga persoalan oknum pemerintah yang tidak memihak rakyat dan mempedulikan rakyatnya. Persoalan moral, masa depan generasi yang akan datang juga harus dipertimbangkan dengan adil dan bijak. ‘’Jadi perjuangan kami adalah perjuangan moral,’’ tukasnya.
Sementara ITDC yang dihubungi melalui Humasnya, Intan dimintai tanggapan lewat WhatsApp dan telepon tidak membalas dan mengangkat telepon selulernya. (*)