Pemerintah Pusat dan Daerah Kolaborasi Hadirkan Inovasi Inspiratif Pendidikan Masa Pandemi

 Jakarta, SN - (7 Juli 2021) ---  Sebagai upaya untuk memitigasi dampak pandemi Covid-19 bagi pendidikan, pemerintah pusat bersama pemerintah daerah serta berbagai pemangku kepentingan pendidikan terus berupaya meningkatkan mutu pembelajaran di Indonesia, termasuk dalam penyiapan pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) Terbatas. Melalui rapat Kelompok Kerja (Pokja) Tata Kelola Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) Fase II, yang dilaksanakan secara daring, pada Selasa (6/7), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian PPN/Bappenas serta perwakilan pemerintah daerah membahas kolaborasi memitigasi dampak pandemi Covid-19 terhadap dunia pendidikan. 

Pada kesempatan tesebut, pemerintah pusat dan pemerintah daerah membahas kesiapan sekolah dan madrasah untuk memulai pembelajaran di masa pandemi yang belum juga usai, sebaran kasus Covid-19 yang masih melanda, hambatan dari sisi sarana dan prasarana pembelajaran jarak jauh (PJJ), serta penyiapan konten pendukung metode belajar terpadu (blended learning). 

Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Balitbang dan Perbukuan), Kemendikbudristek, Suhadi, mengungkapkan pelaksanaan koordinasi ini merupakan wujud dukungan para pemangku kepentingan bidang pendidikan terhadap kebijakan nasional, khususnya pasca diterbitkannya Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pauddikdasmen di Masa Pandemi COVID-19 yang telah diluncurkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bersama Menteri Agama pada 2 Juni lalu.


“Melalui kolaborasi bersama seperti ini, dengan berdasarkan bukti praktik di lapangan lewat paparan dan testimoni guru, kita bisa mendapat solusi konkret yang telah dilakukan mitra kabupaten/kota dan 12 Organisasi Masyarakat (Ormas), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) bersama INOVASI, sesuai konteks masing-masing daerah dan sekolah,” jelas Suhadi. “Kita juga ingin mensinkronkan impelementasi kebijakan pembelajaran tatap muka terbatas tahun ajaran 2021/2022 di 20 kabupaten/kota bersama 12 Ormas, LSM, dan LPTK yang menjadi mitra program INOVASI di NTB, NTT, Kalimantan Utara, dan Jawa Timur.”


Untuk itu, kata Suhadi, upaya nyata memitigasi dampak pandemi pada mutu pembelajaran perlu terus digencarkan oleh berbagai pihak, termasuk dalam menyiapkan pembelajaran yang dijadwalkan mulai bulan Juli 2021, terutama dalam kesiapan protokol kesehatan PTM terbatas yang harus dipenuhi, dipahami, dan dipatuhi secara ketat oleh semua pihak, mulai dari saat warga sekolah berangkat dari rumah, selama di sekolah hingga kembali ke rumah masing-masing. “Lewat forum ini, kita belajar dari pengalaman para guru serta kepala sekolah yang mengelola dan menyelenggarakan pendidikan di masa pandemi setahun ini,” kata Suhadi.


Senada dengan itu, Direktur Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan, Bappenas, Amich Alhumami, mengatakan melalui forum pemerintah pusat dan pemerintah daerah bisa belajar dari pengalaman para guru serta kepala sekolah yang mengelola dan menyelenggarakan pendidikan di masa pandemi. “Kita semuanya mengalami situasi yang sangat sulit, dan di beberapa daerah, ada beberapa guru, kepala sekolah dan madrasah yang mempunyai inisiatif bagus dan juga tentunya kebijakan inovatif yang patut kita simak bersama,” kata Amich Alhumami. 

 

Sebelumnya, Komite Pengarah Nasional Program INOVASI, pada April lalu, telah menekankan pentingnya identifikasi siswa kelompok rentan terutama siswa kelas 1, 2, dan 3 jenjang SD/MI. “Sebagai program kemitraan yang berupaya meningkatkan hasil belajar siswa terutama dalam keterampilan dasar literasi, numerasi, dan karakter siswa, program INOVASI secara cepat beradaptasi untuk terus mendukung siswa, guru, dan sekolah,” tutur Suhadi. 


Suhadi juga menjelaskan bahwa pada rapat ini, direkomendasikan hal-hal strategis-praktis untuk 1) identifikasi dan prioritas siswa kelompok rentan yang pembelajaran dan psiko-sosialnya jauh tertinggal, 2) kolaborasi dengan 12 mitra Ormas/LPTK/LSM untuk membantu guru dan siswa menerapkan kurikulum khusus melalui PTM Terbatas, dan 3) membantu guru melakukan asesmen kognitif dan psiko-sosial siswa sesuai konteks daerah.


*Kesenjangan Pembelajaran Masa Pandemi*


Melalui studi komprehensif berskala nasional, INOVASI berupaya memahami kesenjangan pembelajaran di masa pandemi dalam aspek keterampilan dasar serta dampaknya pada kelompok anak-anak yang rentan. Melalui laporan awal dari analisis situasi di 612 SD/MI di 20 kabupaten/kota di 8 provinsi, persentase terbesar anak tidak sekolah terdapat pada keluarga dengan penghasilan paling rendah. 


“Selain itu juga ditemukan kecenderungan penurunan angka pendaftaran siswa baru di kelas awal jika dibandingkan tahun lalu,” jelas Suhadi. Adapun kedelapan provinsi tersebut adalah Jambi, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, NTT, NTB, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara. 


Perwakilan tenaga kependidikan dari Provinsi NTB, Kepala SD Negeri 2 Batunyala Lombok Tengah, Ni Ketut Mayoni, yang hadir pada rapat ini juga mengatakan, keberhasilan pembelajaran yang adaptif di sekolahnya di masa pandemi, tidak bergantung pada proses dan pencapaian, tapi bergantung pada tiga hal, yakni 1) menjaga kesehatan dan kenyamanan warga sekolah sesuai prokes, 2) mengejar ketertinggalan kecakapan dasar dalam hal literasi, numerasi dan karakter siswa, dan 3) terus menjalin keterlibatan wali murid dan orang tua dalam membantu anak-anaknya, dan menjaga keaktifan, serta kemandirian belajar anak-anak.


*Ragam Praktik Inspiratif Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19*

Pada rapat kali ini, berbagai daerah juga memberikan beragam praktik inspirasi pembelajaran di masa pandemi Covid-19. Salah satunya adalah mengenai pembelajaran siswa kelas 1 SD yang belum pernah merasakan sekolah tatap muka sama sekali. Guru SD Negeri 8 Tanjung Palas Timur, Bulungan, Kalimantan Utara, Pranika Dian Dini, mengutarakan tantangan yang dialaminya sewaktu mengajar rombongan belajar yang belum pernah masuk sekolah sama sekali. 

“Kemampuan para siswa dalam mengenal huruf tentu saja sangat rendah. Saya juga merasa akan sulit kalau harus mengajar siswa baru tanpa bertemu langsung,” ucap Pranika. Ditengarai dia, tantangan lainnya adalah saat dirinya harus merancang pembelajaran yang menjangkau semua siswa. 

“Selain itu, ada kendala sinyal bagi siswa yang tinggal di perkebunan sawit. Selain sinyal telepon, siswa saya juga tidak punya sarana ponsel pintar. Ini sulit jika mereka harus belajar daring,” ucap Pranika. Namun, dirinya dan sekolah berusaha merancang pembelajaran luring dan menggunakan modul cetak. 

“Saya juga melakukan asesmen formatif untuk melihat perkembangan siswa. Salah satu contohnya, hasil tes saya gunakan untuk mengevaluasi mengapa perkembangan pengenalan huruf siswa saya belum mengalami kemajuan,” ucap Pranika. Ternyata, diketahui Pranika kemudian, salah satu alasannya adalah latar belakang orang tua siswa yang tidak berpendidikan tinggi. 

“Bagi saya, pelatihan adaptasi modul kolaborasi INOVASI dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Bulungan sangat membantu para guru, yang akhirnya mampu menyediakan materi modul yang cukup untuk siswa,” ucap Pranika mengapresiasi.

Pengalaman Guru Madrasah Ibtidaiyah NW Kesik, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Syifaiyah, pun menjadi salah satu pemerhati pendidikan di masa pandemi. Sebelum masa pandemi, Syifaiyah melihat peran orang tua biasa-biasa saja bahkan cenderung belum nampak dalam mendukung pembelajaran anak. Tetapi sejak pandemi, perhatian orang tua terhadap pendidikan anak jadi meningkat. “Ini mungkin karena anak-anak harus belajar di rumah. Komunikasi antara guru dengan madrasah dan orang tua jadi lebih intensif,” kata Syifaiah. 

Menurut dia, kolaborasi madrasah, desa, dan orang tua selama belajar dari rumah cukup baik. “Ada inisiatif yang bagus. Melihat anak-anak di sekitar Desa Kesik banyak yang kesulitan belajar, juga karena guru-guru tidak bisa mendampingi penuh. Bapak Kepala Desa berinisiatif mengumpulkan sejumlah warga membantu,” ucap Syifaiyah. 

Diakui Syifaiyah, Kepala Desa meminta dukungan INOVASI untuk memberdayakan warga yang terdiri dari guru ngaji (TPQ), guru SD, guru MI, guru PAUD, mahasiswa, ibu rumah tangga, bahkan kepala dusun sebagai relawan literasi. “Awalnya, Maret 2021 ada 19 relawan terlibat membantu kegiatan belajar anak-anak di sekitar Desa Kesik karena orang tua anak-anak ini banyak yang bekerja ke luar negeri maupun ke luar daerah, dan mereka tinggal bersama kakek dan neneknya yang tidak memiliki kemampuan membaca,” ucap Syifaiyah. 

Kehadiran para relawan literasi, menurut Syifaiyah sangat membantu anak-anak belajar. “Jumlah relawan pun kini bertambah menjadi 29 orang. Ini juga berkat kontribusi mahasiswa yang selama pandemi kuliah daring, sehingga punya banyak waktu membantu mengajar. Siswa sangat merasa terbantu,” tutur Syifaiyah. Ia berharap, di tahun ajaran baru, dukungan orang tua dan warga desa terus berlanjut. 

“Bahkan kalau bisa terus ditingkatkan, seperti rencana Kepala Desa yang akan membahas hal ini di Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa untuk membantu anak-anak yang miskin dan tidak tinggal bersama orang tuanya,” harap Syifaiyah.                                                 



Subscribe to receive free email updates: