Lombok Tengah, SN - Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Lombok Tengah NTB, Suhaimi SH pada rabu 18/8/2021 di Kantor DPRD mengatakan pengadaan motor dusun (modus) tidak memiliki dasar yang kuat bahkan terkesan akan menjadi temuan dari BPK oleh karena itu pembelian Modus sebaiknya ditinjau. Hal itu lanjut Suhaimi, agar Bupati nantinya tidak keliru dalam mengambil kebijakan bagaimana anggaran motor untuk kadus tersebut tidak menjadi temuan Badan Pengelola Keuangan (BPK) RI.
“Kalau Bupati menganggarkan secara langsung melalui APBD Lombok Tengah dan kemudian secara langsung diberikan ke Kadus, maka kalau BPK jeli seharusnya itu jadi akan jadi temuan,”papar Suhaimi.
Karena menurut Undang-Undang nomor 6 tahun 2014, Kadus adalah aparatur desa bidang kewilayahan. Dimana sejak undang-undang itu disahkan, pemerintah desa adalah otonom yang tidak dibawah Bupati, Camat dan atau Gubernur.
Dengan demikian lanjut Suhaimi, Bupati dan Kadus sejauh ini tidak memiliki hubungan kerja sesuai dengan aturan yang ada. Karena Kadus sejatinya adalah “pegawainya” Kepala Desa (Kades) yang diatur tersendiri oleh undang-undang.
“Dalam konteks ini, ketika Bupati tidak punya hubungan kerja dengan Kadus, maka Bupati telah menurunkan wewenangnya, ini bukan melampui karena tidak ke atas,”jelas Suhaimi.
Kalau pengadaan motor itu janji politik lanjut Suhaimi, maka ada mekanisme penganggaran yang harus dilalui antara lain, proses perencanaanya kemudian teknokratifnya.
Ada pelajaran terkait realisasi janji politik tersebut imbuh Suhaimi. Yakni pada masa kepemimpinan Suhaili-Normal dengan memberikan santunan kematian masing-masing Rp.1000.000 untuk setiap warga yang meningal sekitar tahun 2009-2014.
“Santuan kematian ini malah lebih kongkrit dari ini (motor kadus-red). Itu disebut diprogram-programnya. Kalau motor ini tidak pernah disebut, ini hanya pengenjawantahan visi dan misi Pathul-Nursiah,”terang Suhaimi.
Janji politik santunan kematian itu lanjut Suhaimi, dijalankan selama setahun, baru kemudian orang sadar kalau secara tehnokratik hal tersebut tidak benar dan hanya keblablasan uforia politik semata.
Menurut Suhaimi, ada sejumlah contoh yang mempunyai hubungan kerja dengan Bupati, antara lain; Tenaga Honorer, GTT dan Petugas Kebersihan, para pengawas guru, petugas penyuluh pertanian dan kader kesehatan.
“Point saya, mereka itulah yang punya hubungan kerja dengan Bupati dan Wakil Bupati dan ada dasar bila diberikan motor. Ini kok bisa pegawainya desa dibelikan motor oleh Bupati,”tandas Suhaimi.
Untuk itu lanjut Suhaimi, bila Pemkab Lombok Tengah anggarkan Rp.18 miliar untuk motor kadus, maka hal itu tidak memiliki dasar.
Maka ada solusi yang bisa dilakukan yakni melalui penambahan Alokasi Dana Desa (ADD). Hanya saja sepengetahuan dirinya, setiap kali Pemdes mengusulkan untuk motor Kadus itu ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Lombok Tengah, selalu ditolak.
“Kalau mau menambah ADD, itu haknya Kabupaten. Dan bila desa mau membelikan motor untuk operasional kadusnya, ya silahkan. Itu baru ada dasar dan ada hubungan kerja antara Kades dan Kadus. Hanya saja seingat saya, saat Desa usul motor dulu-dulu selalu ditolak DPMD. Coba cek itu,”pungkas Suhaimi.(tim)