Lombok Tengah, SN - Kasus kematian bayi Laila warga Batukliang Kabupaten Lombok Tengah Provinsi NTB terus menjadi sorotan semua pihak. Berawal dari pihak keluarga yang membawa Laila ke Puskesmas lalu dirujuk ke RSUD dan pihak RSUD menyarankan ke pusat kesehatan lainnya karena oksigen dan alat inkubator sudah penuh. Tindakan itu kemudian dianggap menolak meskipun pihak rumah sakit membantahnya.
"Saya berharap Kasus Kematian Pasien Akibat Penolakan RSUD Praya ini menjadi perhatian semua Pihak" ungkap Sekretaris DPD Partai Gerindra Provinsi NTB Ali Alkhairi
Menurutnya, Rumah sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan sacara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna yang meliputi promotive, preventif, kuratif dan rehabilitative. Rumah sakit juga menjadi harapan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pada dasarnya setiap orang memiliki hak yang sama dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan terjangkau.
Namun belakangan ini banyak terjadi kasus masyarakat yang membutuhkan bantuan medis dalam keadaan darurat harus meregang nyawa karena ditolak rumah sakit dengan berbagai alasan. Misalnya kasus seorang ibu di Desa Aik Berik yang membawa anaknya yang masih balita untuk mendapat penanganan medis pada RSUD Praya dan mendapat penolakan sehingga tidak mendapatkan bantuan dari tenaga medis hingga anaknya meninggal, dan masih banyak kasus penolakan pasien dalam keadaan darurat yang dilakukan oleh RS karena alasan tidak bekerjasama dengan BPJS, tidak memiliki rujukan, kamar penuh dll.
Lalu apakah RS dibolehkan menolak memberikan tindakan medis terhadap pasien dalam keadaan darurat?
Ali menegaskan Rumah sakit dilarang menolak memberikan tindakan medis terhadap pasien dalam keadaan darurat, hal tersebut diatur pada Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang berbunyi:
“Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.”
Lantas, Apakah RS bisa menolak karena alasan tidak bekerjasama dengan BPJS?
Bakal Calon Gubernur NTB dari partai Gerindra itu menegaskan, jika penolakan tersebut berdasarkan alasan karena RS tersebut tidak bekerjasama dengan BPJS, maka hal tersebut diatur di dalam Pasal 63 ayat (3) dan (4) Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, yang menyatakan :
“(3) Pelayanan gawat darurat dapat diberikan oleh : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama; Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan; Baik yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maupun tidak bekerjasama.
(4) Fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus segera merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan.”
Berdasarkan penjelasan pasal diatas, maka Rumah Sakit dilarang untuk menolak memberikan tindakan medis terhadap pasien dalam keadaan darurat. Jika penolakan tersebut dikarenakan RS tersebut tidak bekerjasama dengan BPJS maka pihak RS tersebut wajib memberikan pertolongan pertama terhadap pasien darurat tersebut barulah kemudian dirujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS setelah keadaan pasien tersebut membaik dan kondisinya sudah memungkinkan untuk dipindahkan.
Jika menolak, apa sanksi bagi fasilitas penyedia layanan kesehatan jika menolak memberikan layanan kesehatan pada pasien dalam keadaan gawat darurat?
Pasal 190 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
“Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”
Berdasarkan penjelasan pasal diatas, Ali menambahkan jika fasilitas pelayanan kesehatan atau tenaga kesehatan dengan sengaja menolak untuk memberikan tindakan medis pada pasien yang berada dalam keadaan darurat maka dapat dituntut secara pidana dengan ancaman kurungan penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak dua ratus juta rupiah. Jika perbuatan dengan sengaja tidak memberikan tindakan pada pasien dengan keadaan darurat tersebut menyebabkan hilangnya nyawa seseorang atau kecacatan, maka pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.
"Jadi tolong dicatat Rumah Sakit milik negara atau milik swasta dilarang menolak pasien dalam keadaan darurat" tutupnya.
Sementara itu Ketua Fraksi Partai Gerindra Kabupaten Lombok Tengah Muhalip juga mengecam tindakan pihak rumah sakit menolak pasien dengan alasan penuh. "Apapun alasannya pasien tidak boleh di tolak, harus dilakukan tindakan penyelamatan dahulu" ungkapnya.
Fraksi Gerindra memandang kasus itu cukup serius karena itu pihaknya berencana akan memanggil pihak rumah sakit untuk meminta penjelasan terkait kasus yang bikin viral itu. "Tentu kita akan tanyakan langsung nanti ke pihak rumah sakit, pihak rumah sakit juga perlu didengar alasannya supaya tidak bias informasinya" katanya.
Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Lombok Tengah itu berharap kasus Laila itu tidak terulang kembali dimasa yang akan datang. Kasus itu harus menjadi pelajaran bahwa sekecil apapun pelayanan kesehatan harus diberikan kepada masyarakat tanpa pandang status sosial, tingkat sosial maupun drajat seseorang. "Jadi kami dari Fraksi Gerindra meminta kepada seluruh pusat layanan kesehatan di Kabupaten Lombok Tengah baik Rumah Sakit, Klinik Kesehatan maupun Puskesmas untuk memberikan pelayanan Paripurna kepada pasien, siapapun orangnya, jika ditemukan ada pihak rumah sakit ataupun pelayanan kesehatan lainnya melakukan tindakan pengabaian terhadap pasien maka, kami tidak akan melakukan langkah langkah tegas secara politik maupun administratif" tegasnya. Lth01