Lombok Tengah, SN - Sejatinya pembagian honorer guru melalui dana insentif seharusnya menjadi kebijakan yang baik akan tetapi tidak semua kebijakan yang baik itu dinilai baik, sebab pembagian insentif guru honorer dinilai tidak adil. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lombok Tengah menyarankan kepada Pemkan agar gaji atau insentif para guru honorer ini bisa dilakukan pembagian secara proporsional. Agar jangan sampai semua guru honorer kini hanya mendapatkan insentif Rp 100.000 perbulan padahal seharusnya dari segi anggaran yang ada, para guru honorer ini bisa mendapatkan insentif yang lebih besar.
Anggota Komisi IV DPRD Lombok Tengah, Suhaimi menegaskan bahwa pihaknya sangat menyayangkan kondisi kesejahteraan para guru honorer yang ada saat ini. Terlebih soal terbesar yang menimpa para guru honorer ini dari masa Suhaili FT menjabat Bupati semestinya pembagian insentif bagi para guru honorer ini ada kelasifikasi bukan malah dibagi rata seperti yang terjadi saat ini.
“Seharusnya pembagian insntif guru honorer ini dibagi secara peroforsional yakni ada kelasifikasi pembagiannya bukan malah dibagi secara umum. Misalkan teman-teman guru yang sudah honor puluhan tahun harus diperlakukan berbeda dengan guru honorer yang baru. Makanya semua guru honorer mendapatkan Rp 100.000 perbulan,” ungkap Suhaimi, Minggu kemarin (17/1)
Padahal sebenarnya pihaknya mengakui jumlah insentif yang disediakan oleh Pemkab Lombok Tengah termasuk cukup tinggi jika dibandingkan dengan daerah lain. Hanya saja para guru akhirnya mendapatkan Rp 100.000 karena memang anggaran yang ada di bagi rata. “Sementara setahu saya kalau di Kabupaten lain pembagian insentif guru honorer ini menggunakan kelasifikasi,”tegasnya.
Politisi PDI Perjuangan ini mencontohkan misalkan para guru yang sudah mengabdi sepuluh tahun maka bisa dikasih honor Rp 500.000 sampai Rp 800.000. Sementara bagi guru honorer yang sudah mengabdi diatas 15 tahun bisa diberikan Rp 1.000.000 keatas. Jika pembagian dengan pola itu dilakukan maka pihaknya meyakini pembagian itu lebih peroforsional.
“Tapi pada faktanya sekarang semua pukul rata dan belum ditambah dengan kasus ketika pukul rata maka semua masukin data jadi honorer akhirnya jumlah honorer membengkak dan dapat hanya Rp 100.000 saja,”terangnya.
Disatu sisi pihaknya menegaskan bahwa beberapa guru honorer sudah diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang artinya jumlah honorer saat ini bisa dibilang lebih sedikit. Semestinya dengan semakin berkurangnya guru honorer ini maka pembagian insentif bisa dilakukan proforsional.
“Jadi kita harus memperlakukan guru itu sesuai dengan keadaan atau lama pengabdian. Kalau bisa dilakukan pembagian insentif ini secara proforsional maka saya yakin jumlah yang akan diterima oleh para guru honorer kita akan lebih besar. Makanya sekarang harus dipetakan lagi datanya oleh dinas terkait. Terlebih jumlah dana insentif secara kumulatif sampai saat ini masih tetap dan jumlah yang menerima semakin berkurang,”terangnya