Portal Berita Terkini ~ Kasus Ahok sebenarnya kasus yang sederhana. Kasus yang tidak perlu dibesar-besarkan dan tidak perlu didemo besar-besaran. Apa yang dilakukan Ahok bukanlah sesuatu hal yang dapat dikategorikan menistakan agama, apalagi Ahok punya dasar berpendapat seperti itu. Karena ada beberapa orang yang memang memakai ayat-ayat Kitab Suci untuk menghasut dan membohongi orang lain dalam memilih seorang untuk menjadi Kepala Daerah. Tidak perlu bersumbu pendek karena buktinya sudah cukup banyak berseliweran di mbah Google dan Facebook.
Seorang teman di Facebook yang sepertinya sama dengan golongan yang sudah menetapkan Ahok melakukan “penistaan” agama, malah memposting sesuatu di Facebook yang alih-alih ingin semakin memanaskan situasi malah semakin menunjukkan bahwa Ahok tidak melakukan penistaan agama. Ahok tidak melakukan penistaan agama ketika mengutip Al Maidah 51 karena itu bukan pemahaman dan pendapatnya sendiri, melainkan bertanya kepada teman-temannya. Ini adalah gambar yang diposting teman saya itu.
Kalau kita amati baik-baik gambar ini dan pernyataan yang disampaikan Ahok, kita bisa menemukan apa yang dimaksudkan Ahok. Ahok tidak hanya menyinggung satu gama tertentu melainkan juga agama lain. Saya sependapat dengan hal itu karena Gal 6:10 juga bukan konteks untuk memilih pemimpin. Sangat jauh berbeda jika ayat itu dipakai untuk Pilkada. Itulah mengapa jikalau Ahok memang dianggap “menistakan” agama karena mengutip Al Maida 51, maka Ahok bisa juga dianggap telah “menistakan” semua agama. Karena dalam gambar yang dishare itu, Ahok juga mengkritik orang-orang beragama lain yang memakai ayat suci mereka demi meraih kekuasaan politik. Tetapi memang dasar ingin menjatuhkan Ahok untuk tidak jadi Gubernur lagi, segala usaha pun dilakukan.
Saya sendiri juga berpendapat bahwa penggunaan ayat-ayat suci demi meraih kekuasaan politik bukanlah sikap yang bijak. Itu malah bisa memecah belah umat. Apalagi ayat-ayat tersebut tidak tepat jika dipaksakan dengan konteks sekarang. Saya sendiri tidak pernah setuju seseorang dipilih karena dia beragama tertentu. Tetapi pilihlah karena dia punya karakter, integritas, keimanan, dan ketulusan dalam memimpin daerah atau negara. Sebagai contoh, saya tidak akan pernah memilih Hary Tanoe karena dia Kristen waktu menjadi bakal Cawapres Hanura mendampingi Wiranto (Win-HT). Karena menurut saya dia tidak memiliki kapabilitas yang tepat menjadi seorang pemimpin daerah dan negara.
Itulah mengapa saya memilih Jokowi seorang muslim yang taat dan selalu hadir untuk mensejahterakan siapa saja tanpa pandang SARA. Tetapi tentu saja, sekali lagi, bukan karena dia muslim saya pilih. Bagi saya, mungkin juga yang lain, keimanan sejati tidak dilihat dari seberapa banyak ayat-ayat suci yang kita hafal dan pahami, tetapi seberapa dalam kita menghidupinya dengan benar. Apalagi kalau kita malah pakai ayat-ayat tersebut untuk memecah belah umat.
Semoga saja Ahok diadili dengan tepat dan benar. Jangan sampai apapun yang terjadi di tengah-tengah masyarakat mempengaruhi penegak hukum dan akhirnya takut memutuskan sesuatu karena akan diancam didemo lagi. Negara harus bersikap tegas dan tidak dikendalikan oleh sekelompok massa yang bertindak seperti mafia dan preman. Kelompok anarkis ini harus diajarkan betul bahwa setiap tindak pemaksaan kehendak dan kekerasan harus ditindak tegas. Ini adalah ujian bagi negara mempertahankan supremasi hukumnya. supaya ke depan tidak ada orang yang sesuka hati memaksakan dan mengendalikan hukum.
Salam “Penistaan”.