Inspirasi dan Teladan dari Nenek Manuela Hernandez

Yakobus Odiyapai Dumupa (Abet Youw/Jubi).

Oleh : Yakobus Odiyaipai Dumupa 


Dunia pendidikan kembali heboh. Yang membuat heboh kali ini adalah Manuela Hernandez, seorang nenek berusia 100 tahun dari Meksiko. Nenek Manuela Hernandez akhirnya menyelesaikan pendidikan dasarnya pada usia 100 tahun. Dia menjadi lulusan sekolah dasar tertua di dunia. Dia mendapat pujian dari berbagai pihak di berbagai belahan dunia. Bahkan dia dianggap tokoh yang menginspirasi “pentingnya pendidikan” bagi umat manusia. 


Nenek Manuela Hernandez semasa kecilnya tidak mendapatkan pendidikan yang layak dan hanya berhasil mengenyam pendidikan selama satu tahun saja. Hal ini disebabkan oleh kondisi ekonomi keluarganya yang sangat miskin. Dia harus mengorbankan waktu sekolahnya untuk membantu keluarganya mencari nafkah. Tetapi dalam kondisinya yang demikian, dia pernah bercita-cita dan berjanji untuk melanjutkan pendidikannya yang telah terputus suatu saat nanti jika dirinya telah memiliki cukup uang dan waktu untuk bersekolah. Walaupun dia mengalami kendala penglihatan dan pendengaran serta kesulitan untuk berpikir dan menulis, namun atas dorongan dari cucu-cucunya, akhirnya janji dan cita-citanya dia wujudkan pada usia 100 tahun. Lebih hebatnya lagi, nenek Manuela Hernandez masih belum puas dan masih ingin melanjutkan pendidikannya lagi ke jenjang yang lebih tinggi yaitu sekolah menengah pertama. 


Nenek Manuela Hernandez harus menjadi inspirasi dan teladan bagi umat manusia mengenai “pentingnya pendidikan”. Mengapa? Ada empat alasan.


Pertama, sesungguhnya pendidikan (dan tentu saja pengajaran) adalah proses seumur hidup. Selama manusia masih hidup, manusia tidak pernah lepas dari proses pendidikan, entah pendidikan formal, informal, dan nonformal dalam ruang dan waktu apa saja. Karena itu, hendaknya manusia menempu pendidikan selama hidupnya hingga dihentikan oleh kematian. Hal ini sebagaimana telah dibuktikan oleh nenek Manuela Hernandez. 


Kedua, pendidikan adalah “bekal kehidupan” untuk “memanusiakan manusia”. Pendidikan harus dimaknai sebagai bekal kehidupan, dimana proses pendidikan yang ditempu sepanjang hidup haruslah dalam rangka untuk “memanusiakan manusia”. Dengan berpendidikan, manusia harus menjadi agen perubahan dan/atau pembebasan. Manusia harus mampu berubah dan/atau membebaskan kehidupan manusia dari yang buruk menjadi baik dan dari salah menjadi benar dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan begitu, manusia sungguh-sungguh menjadi manusia. 


Ketiga, pendidikan bukan sekedar syarat mendapatkan pekerjaan. Memang benar bahwa jenjang pendidikan dan kemampuan/keahlihan (yang kadang ditunjukan melalui ijazah atau sertifikat) hampir selalu dijadikan syarat untuk mendapatkan pekerjaan tertentu. Tetapi sesungguhnya proses pendididikan tidak semata-mata untuk kepentingan itu. Proses pendidikan sangat penting untuk kepentingan yang lebih luas dan lebih mulia, yaitu memanusiakan manusia, sehingga manusia yang sungguh-sungguh manusia benar-benar bermanfaat untuk kehidupan manusia dalam konteks yang lebih luas lintas ruang dan waktu. Nenek Manuela Hernandez telah menjadi contoh. Jika sekedar untuk kepentingan bekerja, maka tidak mungkin dia bersekolah sebab usianya sudah tidak produktif untuk bekerja. Tetapi dia menempu pendidikan semata-mata untuk menjadi manusia yang sungguh-sungguh manusia. 


Keempat, melawan pendidikan yang instan atau palsu. Kalau hanya sekedar basa-basi, orang setua nenek Manuela Hernandez tidak mungkin susah payah menyelesaikan pendidikan dasarnya. Kalau hanya sekedar untuk memperoleh ijazah, nenek Manuela Hernandez bisa saja membeli ijazah palsu. Tetapi itu bukan cita-citanya. Ia mencintai dan membutuhkan pendidikan sepenuh hati. Dengan begitu, sesungguhnya nenek Manuela Hernandez menggugat dan mengkritik para penyelenggara/penyedia dan pengguna pendidikan instan atau palsu. Karena pendidikan instans atau palsu, misalnya ijazah palsu, sesungguhnya tidak “memanusiakan manusia”. Para penyelenggara/penyedia dan pengguna pendidikan instan atau palsu harus menyadari “kebodohannya” ini. 


Jika Paulo Freire telah menjadi pahlawan pendidikan yang membebaskan, maka nenek Manuela Hernandez pantas dijadikan “pahlawan pembelajar”. The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization – UNESCO (Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa) harus memberikan penghargaan tertentu yang berharga, yang sepantasnya diterima olehnya. Dan sudah waktunya dia menjadi “monumen hidup” yang akan dikenang sepanjang massa, melintas ruang dan waktu.


 Terimakasih nenek Manuela Hernandez. Tuhan menyayangimu.


Penulis Bupati Kabupaten Dogiyai.

Subscribe to receive free email updates: