Foto: Dok, Prib, Pius T/KM |
Oleh: Pius Tenouye
OPINI, KABARMAPEGAA.COM – PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) yang akan diselenggarahkan secara serentak pada tahun (2018) mendatang. PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) pada tahun 2018 mendatang, tentunya menjadi sebuah moment yang tepat bagi seluruh komponen masyarakat di tanah Papua untuk dapat menentukan dan memilih pasangan bakal calon (balon) kandidat secara cepat sesuai dengan hati nuraninya masing-masing. Artinya bahwa pasangan bakal calon (balon) kandidat yang akan dipilih oleh anda dengan saya itu yang benar-benar membangun daerah baik itu tingkat kabupaten maupun tingkat provinsi dan bisa membawa masyarakat ke arah yang lebih baik. Yang dimaksud dengan membawa ke arah yang lebih baik adalah yakni ke arah perubahan yang lebih maju dari periode-periode sebelumnya.
Ingat kita pilih bukan sukuisme, familiisme, daerahisme atau dan margisme tapi yang layak menjadi seorang nomor satu di tanah Papua baik itu tingkat kabupaten maupun tingkat Propinsi adalah semestinya netralisme.
Siapa dia netralisme itu, maksud daripada penulisan saya ini,orang yang sudah paham tentang dunia netralisasi, maka usul saya untuk kita semua bahwa suara dari anda dengan saya kasih sajalah tanpa memandang sebab, dia yang layak menjadi kepala Propinsi (Gubernur) dan kepala Kabupaten (Bupati) di Negeri Papua ini.
Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) serentak baik itu tingkat Propinsi maupun tingkat Kabupaten di Tanah Papua tahun 2018 mendatang itu, tidak sedikit pasangan bakal calon (balon) kandidat yang akan merebutkan partai politik (parpol) yang bakal menjadi sebuh wada yang akan mengusungnya dalam pesta demokrasi yang akan diselenggarahkan dalam tahun 2018 mendatang.
Dunia telah mengetahui bahwa tidak sedikit harta dan uang yang dikorbangkan oleh para calon kandidat untuk memperebutkan partai sebagai jembatan penghusungnya. Kita sama-sama telah mengetahui bahwa dalam dunia perebuatan sebagai jabatan politik seperti presiden, gubernur, bupati dan DPRP tidak jarang atau pernah para kandidat juga melakukan, membudayakan money politik di negeri ini dengan tujuan untuk merangkul massa sebagai pendukunya dengan cara memberi bantuan kepada lembaga-lembaga tertentu menjelang pilkada, misalnya lembaga agama. Selain itu juga mereka atau para kandidat melakukan pendekatan dengan masyarakat setempat. Pertanyaan ketika sudah jadi, misalnya Bupati Budaya untuk mendekati dengan masyarakat biasa tidak ada dinegeri ini, (Tegas Kagipai Dobiobi Tenouye).
Kaca mata saya atau pandangan saya tentang pilkada yang sudah melampaui dan yang akan mendatang pada tahun 2018 tidak jarang pula masyarakat lebih memilih pasangan bakal calon berdasarkan suku, agama dan budaya.
Nah, budaya seperti ini yang kita sedang membudayakan atau menerapkan di negeri ini, tidak perlu menerapkan budaya buruk ini. Bayangkan lebih buruk lagi , para pasangan bakal calon menkondisikan kepada para pemuda dengan membeli minuman keras (miras) dengan tujuan untuk melakukan tindakan-tindakan anarkis pada saat hari yang pemungutan suara berlangsung. Intinya, menurut saya pandangan kepemimpinan kaum tua pada periode mendatang tidak akan membangun daerah seperti periode sebelumnya.
Sebab, menurut mereka, kamu tua akan lebih berorientasi untuk mengumpulkan harta sebagai bekal di hari tuanya kelak, maka menurut mereka pemimpin kaum muda merupakan agen perubahan atau dalam pepatah menyatakan bahwa “the future lies with the young” artinya suatu bangsa ditangan pemuda masa kini atau maju mundur suatu bangsa ditangan pemuda masa kini. (Muyepimo/KM)
*) Penulis adalah Mahasiswa Papua
Penulis sangat berterimakasih kepada Tuhan Allah Semesta alam atas nafas hidup yang telah berikan kepada saya sampai detik ini sehingga pada kesempatan yang bahagia ini saya boleh membuat tulisan saya dengan tema pandangan saya terhadap pilkada Pemilihan Kepala Daerah) serentak 2018 di Tanah Papua.