Pernyataan Sikap Aliansi Mahasiswa Papua |
YOGYAKARTA, KABARMAPEGAA.COM-- Enam Juli adalah hari dimana orang Papua memperingati Tragedi Biak berdarah ( 6 Juli 1998). Peristiwa ini, meninggalkan luka batin bagi korban dan keluarga korban, sementara pelaku dibenarkan oleh Negara dan tak pernah disidangkan sesuai hukum yang berlaku di negara ini. Menyikapai 19 tahun Biak Berdarah, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menyatakan pernyataan sikap.
“Negara bertanggungjawan atas kejahatan Kemanusiaan di Papua Barat,” tulis AMP dalam pres release yang dierima media ini, Rabu (05/07/17) via pesan elotronik.
Dibawah ini pernyataan sikap Aliansi Mahasiswa Papua (AMP):
Pernyataan Sikap Aliansi Mahasiswa Papua [AMP]
“Negara Bertanggungjawab atas Kejahatan Kemanusiaan di Papua Barat”
Tindakan kolonisasi (sistim) Indonesia beserta tuannya Imperialis telah-sedang menghancurkan alam serta manusia Papua. Historis berdarah-darah pun tercatat sejak Papua di Aneksasi (1 Mei 1963), sejalan Pendudukan Indonesia dengan kekuatan-kekuatan Militeristik serta kepentingan Imperialis di West Papua. Pada 6 Juli 1998 terjadi pembantaian terhadap manusia Papua di kota Biak, yang disebut Peristiwa Biak Berdarah.
Peristiwa berdarah akibat tindakan aparat negara yang berlebihan terhadap rakyat yang mengibarkan bendera Bintang Kejora secara damai itu telah mengorbankan 230 orang. 8 orang meninggal; 8 orang hilang; 4 orang luka berat dan dievakuasi ke Makasar; 33 orang ditahan sewenang-wenang; 150 orang mengalami penyiksaan; dan 32 mayat misterius ditemukan hingga terdampar di perairan Papua New Guinewa (PNG).
Kini, telah 19 tahun berlalu tanpa proses penyelesaian kasus dan pembiaran terhadap aparat Negara sebagai pelaku Pembantaian tersebut. Tindakan Pemeliharaan dan melindungi pelaku palanggar HAM, justru melanggengi kepentingan akses eksploitasian Sumber Daya Alam dan menjaga eksistensi mengkoloni Papua. Masifnya Perampasan tanah-tanah adat, serta meningkat represifitas aparat negara disertai dengan masifnya kebrutalan penangkapan aktivis Papua yang makin meningkat. Juga, militer, dibawah kontrol Negara, terus melakukan pelanggaran HAM, Pembunuhan, pemerkosaan, pengejaran dan penangkapan aktivis Papua, bahkan memenjarah hingga mengabisi nyawa.
Setelah Biak Berdarah, terjadi pula tragedi Wamewa Berdarah (2000 dan 2003); Wasyor Berdarah (2001); Uncen Berdarah (2006), Nabire Berdarah (2012); Paniai berdarah (2014), dan peristiwa lainnya yang Negara pun tak menyelesaikan kasusnya.
Maka, pada 19 tahun peringatan “tragedi Biak Berdarah”, Aliansi Mahasiswa Papapua menuntut kepada Rezim Jokowi-JK serta dunia Internasional, dalam hal ini Perserikatan Bangsa-Bangsa, bahwa:
- Negara bertanggungjawab atas tragedi Biak Berdarah 1998 yang telah menewaskan ratusan nyawa manusia dan Rentetan Pelanggaran HAM lainnya di Papua.
- Buka ruang demokrasi seluas-luasnya dan Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua sebagai Solusi Demokratis.
- Tarik Militer (TNI-Polri) Organik dan Non-Organik dari Seluruh Tanah Papua.
- Tutup Freeport, BP, LNG Tangguh dan MNC, dan perusahaan lainnya yang merupakan dalang kejahatan Kemanusiaan di atas Tanah Papua.
Sekian pernyataan sikap ini kami buat, atas perhatian dan dukungan semua pihak, kami ucapkan terima kasih.
Aliansi Mahasiswa Papua
Kordinator Aksi
Demikia pernyataan sikap yang diterima media ini.
Pewarta: Manfred Kudiai