LOMBOK TENGAH, sasambonews.com -
Bantuan perahu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Desa Mertak, Kecamatan Pujut, tampaknya mubazir. Pantauan Wartawan, Jumat kemarin, 9 unit perahu bantua KKP yang diberikan beberapa bulan lalu, sampai saat ini tidak difungsikan. Beberapa perahu besar tersebut, tertambat begitu saja di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Awang dengan kondisi tidak terawat. Bahkan beberapa diantaranya tertimbun lumpur di salah satu tambak udang.
Salah seoang nelaya di Desa Mertak, H. Mansyur mengatakan, kapal bantuan KKP tersebut memang cukup besar. Dengan ukuranya, kapak banatuan KKP terseut diyakini mampu memuat ikan sampai 6 ton. Sayangnya, mesin yang diguakan terlalu boros bahan bakar.
Sebagai bahan perbandingan kata H.Mansyur, dalam satu nelayan bisa menghasilkan dua ton ikan, dengan estimasi harga mencapai Rp 30 juta. Selama dua minggu di tengah laut, nelayan hanya membutuhkan biaya operasional tidak lebih dari Rp 8 juta. Sehingga keuntungan bersih dalam sekali melaut mencapai Rp 22 juta.
Namun, jika menggunakan kapal bantuan KKP tersebut, biaya operasionalnya mencapai belasan juta rupiah. Belum lagi adanya ketentuan 10 persen penghasilan yang harus diberikan kepada kelompok, membuat nelayan enggan menggunakannya. Kalaupun ada keuntungan,menurutnya tidak sebanding dengan keringat yang dikeluarkan para nelayan. Padahal, harga per unitnya mencapai Rp 1 milyar. Dengan demikian, dana pemerintah pusat yang terbuang sia-sia di Desa Mertak mencapai Rp 9 milyar.
Lebih lanjut ia menjelaskan, tidak maksimalnya pemanfaatan bantuan pemerintah selama ini disebabkan kurangnya koordinasi dengan penerima manfaat. Ditambah lagi penyaluran bantuan kepada kelompok yang mengharuskan potongan 10 persen dari hasil tangkapan, membuat nelayan tidak berminat memanfaatkan bantuan dari KKP. Sebelum menyalurkan bantuan, pemerintah seharusnya menyerap aspirasi, guna menegetahui kebutuhan nelayan.
Untuk mendapatkan hasil melaut yang baik lanut H.Mansyur, nelayan selama ini tidak membutuhkan kapal seharga Rp 1 milyar, leiankan cukup dengan kapal seharga Rp 150 juta yang dipesan dari Bulukumba, Sulawesi Selatan. Selain harga unit dan operasionalnya yang murah, biaya pemeliharaan kapal yang digunakan nelayan selama ini juga sangat terjangkau.
“Seandainya Rp 9 milyar dibelanjakan untuk membeli kapal seperti yang kami gunakan saat ini, tentu jumlah kapal yang diperoleh sangat banyak dan dapat dimanfaatkan, bukan malah mubazir seperti saat ini,” jelasnya.
Untuk itu, kedepan pihaknya berharap kepada pememrintah pusat agar lebih cerdas dalam menyalurkan bantuan. Jangan sampai bantuan yang diberikan hanya menjadi sampah tidak berguna seperti yang terjadi saat ini. |wis