Ia mengutarakan angka penderita gangguan kejiwaan yang di fokuskan pada angkatan kerja ini sesuai dengan tema peringatan hari kesehatan jiwa yakni kesehatan jiwa di tempat kerja (Mental Health In The Workplace).
Menurutnya, bila memperhatikan jumlah penduduk NTB yang bekerja dengan angka perkiraan gangguan mental emosional yang mencapai 6,4 persen tersebut dapat memberikan dampak bagi perekonomian keluarga dan daerah sebesar Rp110 miliar perbulan dengan perkiraan UMP Provinsi NTB sebesar Rp1.630.000 juta perbulan.
Menurut data BPS Provinsi NTB pada tahun 2015 jumlah penduduk NTB yang bekerja sebesar 2.127.503 orang. Jumlah pekerja yang tinggi tersebut di anggap perlu mendapatkan perhatian serta penanganan kesehatan dan keselamatan kerja yang baik sehingga terhindar gangguan penyakit akibat kerja, penyakit menular, kecelakaan kerja yang berpotensi meurunkan, bahkan menghilangkan tingkat produktifitas.
Direktur Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma ini, mengatakan kesehatan jiwa sangat di perlukan di tempat kerja. Sebab, data menunjukan 10 persen pekerja mengajukan cuti di karenakan depresi, dan rata rata 36 hari kerja hilang di karenakan depresi, 50 persen orang dengan depresi tidak mendapat perawatan, 94 persen gejala kognitif depresi seperti kesulitan dalam berkonsentrasi, sulit membuat keputusan dan mengingat.
"Selama episode depresi menyebabkan penurunan fungsi kerja dan produktifitas yang signifikan," ucapnya.
Ia mengungkapkan, dari jumlah pekerja yang mengalami gangguan kejiwaan tersebut 43 persen level pimpinan. Karenanya, pihaknya menginginkan adanya kebijakan yang mendukung pekerja yang mengalami gangguan jiwa. Sementara kendala yang di hadapi saat ini adalah para pekerja masih kesulitan menyampaikan bahwa mereka mengalami gangguan kejiwaan.
"Kesehatan jiwa ini sangat perlu di perhatikan karena berdampak masalah pada keluarga, sedangkan bila di biarkan sakit akan memberikan pengaruh karena akan membebani keluarga bahkan ini bisa menjadi bencana bagi keluarga," jelasnya.
Sementara di singgung lokasi khusus bagi calon kepala daerah, calon legislatif ataupun yang mengalami gangguan kejiwaan akibat politik, dr Elly mengatakan dirinya kedepan akan menyediakan kamar bagi pasien korban politik tersebut. Pembangunan bangsal khusus untuk para politikus yang "stres" akibat gagal di pentas politik masih dalam tahap pembangunan. Namun dengan tegas dr Elly mengatakan bahwa tidak ada perlakuan khusus bagi pasien apapun latar belakangnya.
"Semua pasien akan di perlakukan sama sesuai dengan standar operasiional prosedur," pungkasnya. 01