REFLEKSI TIGA TAHUN KEPEMIMPINAN JOKOWI UNTUK KEMAJUAN BANGSA


Oleh : Aryo Bimo M.Si
(Almunus Kajian Ketahanan Nasional Universitas Indonesia)

Hari ini tanggal 20 Oktober 2017, bertepatan dengan tiga tahun perjalanan Presiden RI Joko Widodo – Jusuf Kalla memimpin 262 juta jiwa rakyat Indonesia. Selama kurun waktu tersebut, berbagai kebijakan Preaiden Joko Widodo dalam konsep pembangunan Nawacita nya harus diakui telah memberikan banyak perubahan dalam bidang pembangunan perekonomian nasional. Berdasarkan laporan terbatu dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang dirilis pada 13 Juli 2017 yang lalu, mencatat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah Indonesia pada 2016 sebesar 80 persen, melesat dibanding tahun 2007 yang hanya 28 persen. Dalam laporan tersebut Indonesia masuk dalam enam peringkat teratas negara-negara yang tergabung dalam OECD yang disusul oleh Swiss, India, Luksemburg, Norwegia dan Kanada.

Disamping itu, dari sisi pertumbuhan ekonomi, saat ini Indonesia masuk dalam era inflasi rendah. Seperti yang disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, bahwa berturut-turut inflasi Indonesia berada di angka 3,35 persen pada 2015, 3,02 persen di 2016, dan di kuartal 1 tahun ini berada di kisaran 4 persen. Angka inflasi tahunan di berbagai daerah tercatat rendah seperti Jawa 2,59 persen, Kalimantan 3,4 persen, Sumatera 4,53 persen.


Adapun di kawasan timur Indonesia, inflasi juga cukup rendah. Di Sulawesi 2,27 persen, Bali dan Nusa Tenggara 2,93 persen, Maluku dan Papua 3,07 persen.  Bahkan inflasi terkendali juga masih berlanjut sampai pertengahan 2017, karena hingga Juni 2017, inflasi IHK baru mencapai 2,38 persen. Ke depannya, Indonesia akan konsisten dalam mengendalikan inflasi, yakni dengan menetapkan sasaran inflasi lebih rendah, dari 3-5 persen menjadi 2,5-4,5 persen.

Berkembangnya perekonomian Indonesia saat ini tidak terlepas dari keberhasilan Presiden Joko Widodo dalam mengimplementasikan visi Nawacita dalam setiap kebijakannya. Beberapa contoh implementasi Nawacita yang sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yakni terwujudnya BBM satu harga untuk 148 kabupaten/kota hingga tahun 2019, dan saat ini sudah bisa dirasakan oleh warga Papua dan Papua Barat dimana saudara kita disana sudah bisa membeli harga BBM dengan harga jual yang sama seperti di Pulau Jawa. Kemudian peningkatan infrastruktur, jika melihat anggaran infrastruktur selama lima tahun periode kedua SBY (2009-2014) dan naiknya Jokowi (2015-2016).

Pada periode awal naiknya Jokowi (2015), anggaran infrastruktur meningkat dari Rp206,6 triliun menjadi 290,3 triliun. Artinya, ada lonjakan hingga 40 persen. Kebijakan untuk meningkatkan anggaran dalam pembangunan infrastruktur bukan tanpa sebab. Presien Jokowi melihat alasan jelas untuk fokus pada infrastruktur. Jika infrastruktur tidak segera digenjot, maka pertumbuhan ekonomi hanya bakal berkutat di kisaran 5-6 persen per tahun seperti selama ini. Sementara jika nantinya infrastruktur di berbagai pelosok mulai bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, pertumbuhan ekonomi bisa diharapkan naik ke kisaran 7-8 persen per tahun.

Selain itu, peningkatan infrastruktur di bidang ketahanan energi juga menjadi sektor prioritas Presiden Jokowi, dengan membuat program kelistrikan 35.000 MW dan membuat tarif listrik terjangkau. Selama tiga tahun ini, pasokan listrik bertambah 7 ribu MW. Dengan begitu, total pasokan listrik Indonesia menjadi 60 ribu MW. Tambahan ini berasal dari pembangkit yang masuk dalam program 35 ribu MW. Penambahan pasokan listrik tersebut berdampak pada pemerataan kelistrikan (rasio elektrifikasi) di Indon‎esia, yang hingga September 2017 sudah mencapai 93,08 persen. Realisasi ini melebihi target yang ditetapkan pada 2017 sebesar 92,75 persen. Adapun untuk listrik yang berasal dari pembangkit berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) ‎dari Pembangkit Listrik Panas Bumi, meningkat dari 1.403,5 MW pada 2014, menjadi 1.698,5 MW pada 2017. Adapun dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) kapasitas pasokannya meningkat dari 122,7 MW di 2014 menjadi 259,8 MW pada tahun ini.

Di wilayah NTB sendiri, alokasi pembangkit listrik yang masuk dalam program kelistrikan 35.000 MW sebanyak  500 MW, mengingat saat ini rasio elektrifikasi di wilayah NTB baru mencapai 80,61 persen atau sebanyak 1.406.023 rumah tangga yang sudah menikmati listrik, dengan rincian rasio elektrifikasi di Kab Lombok Barat sebanyak 65,15 persen, Kab Lombok Tengah sebanyak 71,83 persen, Kab Lotim sebanyak 75,04 persen, Kab Lombok Utara sebanyak 80,36 persen dan Kota Mataram sebanyak 100 persen. Sementara untuk di Pulau Sumbawa, Kab. Sumbawa sebanyak 87,89 persen, Kab Sumbawa Barat sebanyak 86,38 persen, Kota Bima sebanyak 76,29 persen, Kab. Bima sebanyak 77,03 persen dan Kab. Dompu sebanyak 86,81 persen.

Adapun terkait ketersediaan daya, sistem kelistrikan Lombok memiliki daya mampu sebesar 245 megawatt (MW) dengan beban puncak mencapai 225 MW. Untuk sistem kelistrikan Sumbawa memiliki daya mampu sebesar 56 MW dengan beban puncak 42 MW. Sedangkan, untuk daya mampu Sistem Bima sebesar 57 MW dengan beban puncak sebesar 42 MW. Ketiga sistem saat ini dalam kondisi surplus, namun belum aman, karena cadangan dayanya belum mencapai 30 persen. Oleh karena itu pembangunan infrastruktur kelistrikan mutlak diperlukan, apalagi melihat kebutuhan listrik NTB yang terus meningkat.

Masyarakat NTB perlu berbahagia dan mendukung program kelistrikan tersebut karena dari 35.000 MW yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi, NTB mendapat jatah pembangunan pembangkit listrik sebanyak 500 MW dengan rincian  PLTGU Lombok Peaker 150 MW, saat ini sedang dalam pembangunan. Kemudian  PLTMG Bima 50 MW, PLTMG Sumbawa 50 MW, PLTU Lombok 100 MW dan PLTU Lombok 2 100 MW.  Dengan adanya pembangkit listrik yang akan dibangun tersebut maka NTB akan mengalami surplus ketersedian daya listrik. Surplusnya ketersediaan daya listrik di NTB juga akan memberikan dorongan positif bagi pertumbuhan ekonomi pariwisata NTB yang saat ini tengah berkembang.

Presiden RI Joko Widodo juga memberikan perhatian lebih pada pembangunan bendungan di Indonesia. Tercatat sejak tahun 2015 sudah ada 12 bendungan baru yang dibangun oleh pemerintah di luar pulau jawa antara lain Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Nusa Tenggara. Untuk wilayah NTB, bendungan yang saat ini tengah di bangun adalah bendungan Rababaka Komplek (Tanju Mila) di Kab Dompu yang dibangun sejak tahun 2015 dan saat ini pekerjaannya sudah mencapai 62,73%.

Ditargetkan tahun 2018 bendungan tersebut sudah selesai dibangun dan dapat dioperasikan. Selain bendungan tersebut, juga ada Bendungan Bintang Bano di Kab Sumbawa Barat. Bendungan dengan ketinggian 72 meter tersebut ditargetkan akan tuntas pada tahun 2019. Apabila bendungan-bendunga tersebut telah tuntas maka masyarakat petani khususnya di Pulau Sumbawa yang saat ini kerap mengalami kesulitan air karena kondisi wilayahnya, akhirnya dapat menikmati pengairan yang stabil dan sekaligus dapat meningkatkan produksi pertanian serta kesejahteraan masyarakat NTB.

Namun demikian, tidak dipungkiri selain kemajuan dan prestasi dibidang ekonomi dan pembangunan infrastruktur di era pemerintahan Joko Widodo, masih ada beberapa hal yang harus dievaluasi agar pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur dapat terus menunjukkan tren yang positif. Adapun yang penting untuk dievaluasi yakni perlu adanya kestabilan politik sehingga pembangunan ekonomi, infrastruktur maupun kesejahteraan sosial dapat  dapat terus dilakukan oleh pemerintah secara berkesinambunga. Kemudian perlu dihindari adanya pemangkasan anggaran dalam proyek infrastruktur dan pemerataan pembangunan proyek di seluruh provinsi yang ada di Indonesia. Pemerintah juga dirasa perlu untuk membangun komunikasi positif dua arah dengan masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan pembebasan lahan yang selama ini selalu menjadi kendala dalam pembangunan proyek strategis nasional.
Pada akhirnya, kemajuan pembangunan bangsa tidak hanya menjadi tugas dan tanggungjawab Presiden RI Joko Widodo sebagai pimpinan bangsa dan negara yang kita cintai ini. Dukungan dari segenap bangsa untuk menyukseskan program-program Presiden Jokowi dalam meningkatkan kesejateraan bangsa menjadi salah satu kunci tercapainya tujuan negara yakni terwujudnya kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia.

Subscribe to receive free email updates: