Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Lombok Tengah, Drs.Jalaludin mengatakan, kebijakan tersebut merupakan upaya pemerintah pusat mendorong keterlibatan masyarakat dalam pembangunan
desa. Pola yang diterapkan menyerupai program padat karya atau gotong royong. Para pekerja ditekankan harus dari warga setempat. Selain membuka lapangan pekerjaan dan mengurangi pengangguran.
Begitu juga dengan matrial proyek, harus dibeli dari toko yang berada di desa yang bersangkutan. Bila perlu, peralatan kerja seperti molen dan lainnya, sebisa mungkin berasal dari masyarakat setempat atau
Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
Dengan harapan, anggaran proyek yang sebelumnya dinikmati oleh perusahaan luar bisa berputar di desa dan dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. “Saya rasa pola yang diterapkan pemerintahpusat saat ini sangat bagus,” kata Jalal di ruang kerjanya.
Untuk menjamin kwalitas proyek, pemerintah desa diharapkan sebisa mungkin memanfaatkan para sarjana-sarjana tekhnis setempat sebagai konsultan. Tentunya dibantu tenaga ahli dari pemerintah daerah, dalam
hal ini Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Kendati demikian, kebijakan tersebut tidak akan mengurangi eksistensi perusahaan jasa konstruksi. Sebab seiring pesatnya pembangunan, masih
banyak proyek selain di desa yang bisa digarap. Semua itu tentunya tergantung trik dan kejelian masing-masing perusahaan dalam melakukan
penawaran.”Kalau ditanya ini akan mematikan usaha kontraktor saya tidak tahu. Tapi kalau kontraktor yang bersangkutang memiliki trackrecord baik Insya Allah tidak,” pungkasnya. |wis