Mantan Bupati Lombok Tengah itu menolak pergantian nama Bandara Internasional Lombok. "sebaiknya nama bandara tidak perlu dirubah, tetap saja namanya BIL" ungkapnya di kediaman beliau di Prapen Selasa 19/11.
Kiprah Mamiq Ngoh dalam terwujudnya Bandara Internasional Lombok tak diragukan lagi. Melalui tangan besinya dia mampu membangun bandara yang sudah puluhan tahun tak bisa terlaksana akibat dari penolakan warga terutama dari kelompok yang menamakan dirinya Serikat Tani Indonesia itu.
Mamiq Ngoh saat itu Bupati Lombok Tengah bertekad untuk mewujudkan Bandara berkelas Internasional itu. Tekadnya yang bulat didukung oleh pihak aparat keamanan, membuat putra pertama H.L.Wirentanus Bupati Lombok Tengah kedua itu menggunakan segala macam cara untuk menghadapi penolakan keras tersebut, maka terbentuknya Tim 11. Tim ini bertugas untuk mengamankan lokasi tempat akan dibangunya bandara itu.
Tim 11 adalah orang orang pilihan yang berani dan tak gentar sedikitpun menghadapi intimidasi dari masyarakat yang menolak. Karena itu bentrokan kerap terjadi tidak hanya Tim 11 dengan masyarakat kontra bandara tetapi juga bentrokan kerap terjadi antara aparat keamanan dengan Serikat Tani. Darah pun kerap menetes di Bumi Tanak Awu.
Pemadangan mengerikan terlihat setiap kali melintas di jalan tersebut. Puluhan orang bersenjata pedang, tombak dan Keris berjaga jaga disekitar lokasi. Disatu sisi tim 11 juga selalu siaga dilokasi untuk berjaga proses pembangunannya.
Selain itu jalur spiritual juga ditempuh oleh H.L.Wiratmaja yakni dengan melakukan istighosah dan doa bersama anak yatim dan puluhan tuan guru di depan lahan bandara. Bukan itu saja puluhan Kepala Desa se Lombok Tengah dipimpin wabup H.L.Suprayatno alias Gde Drip juga mendatangi Kementerian Dalam Negeri dan Menhub untuk meminta dukungan terkait pembangunan BIL itu.
Berkat kerja kerasnya itu pembangunan bandara Internasional itu pun terwujud. Usai sudah masalah dengan kelompok SERTA setelah pemimpin SERTA ditangkap dan dijebloskan ke Bui karena melawan aparat keamanan. Namun persoalan baru muncul, Bandara selesai dibangun namun nama bandara kembali jadi polemik.
Bupati Lombok Tengah kemudian mengundang tokoh tokoh masyarakat dan tokoh agama, politisi dan akademisi untuk membahas masalah nama bandara di salah satu Hotel saat itu. Dalam bermusyawarah dan mufakat itu berbagai usulan muncul mulai dari Bandara Datu Tuan, Bandara Siledendeng, Bandara Tanak Awu sampai dengan nama tuan guru Lopanpun mengemuka, akan tetapi semua nama yang disodorkan itu ditolak karena dinilai tendensius dan kepentingan pribadi. Melalui perdebatan panjang akhirnya peserta musyawarah memutuskan nama Bandara Internasional Lombok karena dinilai lebih umum dan mengakomodir semua kepentingan. Maka setelah disepakati, Presiden SBY kemudian meresmikan bandar itu pada tanggal 1 bulan Nopember 2011.
Kini setelah adem ayem, dua Gubernur yakni TGB dan Zulkiflimansyah bikin gaduh di tengah masyarakat. Kebijakannya mengganti nama Bandara memantik protes keras dari berbagai kalangan.
Salah satunya adalah mantan Bupati Lombok Tengah H.L.Wiratmaja atau yang kerap disapa Mamiq Ngoh. Dia mengatakan apapun namanya bandara sah-sah saja asalkan melalui kesepakatan bersama baik antara DPRD sepulau Lombok atau Bupati sepulau Lombok termasuk dari majelis adat sasak namun yang terjadi saat ini tidak melalui musyawarah sehingga terjadi gejolak penolakan ditengah tengah masyarakat terutama yang ada di wilayah Lombok Tengah.
"Saya menyarankan agar nama bandara sebaiknya tidak dirubah karena tentu akan menimbulkan permasalahan ditengah-tengah masyarakat" ungkapnya.
Mamiq Ngoh khawatir jika dipaksakan untuk mengganti maka akan muncul perlawanan dari masyarakat dan jika demikian adanya maka yang dirugikan adalah masyarakat karena pembangunan segala sektor akan terkendala. "Jangan sampai akan ada bentrok ketika itu dipaksakan, cukup sudah tragedi memilukan saat awal pembangunan itu terjadi" ungkapnya.
Kepada Gubernur Mamiq Ngoh meminta agar tetap menjaga keamanan dan kenyamanan masyarakat dengan tidak mengeluarkan kebijakan yang berujung pada tidak kondusifnya wilayah. Lth01