Ilustrasi, Suara Papua/KM |
Nabire, (KM)-- Surat tanggapan permintaan klarifikasi soal pemblokiran situs Suara Papua yang dikirim Direktur Jendral Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informasi Indonesia kepada Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Pers, dinilai tidak jelas alasannya.
Hal itu disampaikan, pemimpin redaksi sekaligus penanggung jawab situs Suara Papua, Arnold Belau, pada awak media ini kabarmapegaa.com, tadi malam (27/11/2016), setelah dirinya melihat isi dari surat tersebut.
Arnold mengatakan, dalam surat tersebut tidak dijelaskan tentang konten bermuatan negatif. Entah, SARA, isu radikal maupun pornografi yang dilakukan dalam menyiarkan berita di situs Suara Papua.
Sehingga Arnold menegaskan, Redaksi Suara Papua akan tetap berpegang pada prinsip jurnalisme yang diatur dalam UU Pers No. 40 tahun 1999 dalam melakukan kegiatan jurnalistik.
Karena menurut Arnold, pemblokiran yang telah dilakukan itu merupakan pembredelan terhadap Suara Papua oleh kemenkominfo untuk membungkam suara rakyat Papua. “Lagipula Suara Papua telah memiliki badan hukum Indonesia, bukan asing,” Tulis Arnold.
Maka atas itu, Arnold menilai kemenkominfo telah bertindak keliru. Sebab, menurutnya, sebelumnya tidak mengadukan atau melakukan konfirmasi tentang Suara Papua kepada Dewan Pers sebagai lembaga wasit tertinggi dalam dunia jurnalistik di Indonesia.
“Kami kesal terhadap sikap pemerintah Indonesia yang memblokir situs Suara Papua secara sepihak. Bagi kami ini tindakan liar dari kementrian terkait,” Ungkap Arnold.
Senada, Hengky Yeimo, wartawan Jubi, juga mengatakan kesal dengan isi surat tersebut. Menurut Hengky, seharusnya pemerintah menjelaskan secara terperincih alasannya.
“Alasan diblokir harus jelas dan terperincih. Suara Papua bukan situs abal-abal seperti situs lain yang tidak jelas badan hukumnya,” tutur Hengki.
Selain itu menurutnya lagi, situs Suara Papua dalam pemberitaannya selama ini sesuai realita yang terjadi. Dan berjalan sesuai visinya yakni “menyuarakan kaum tak bersuara”.
Liputor: Stevanus Amoye Yogi