Saat aksi demo kekerasaan yang terjadi di Dogiyai, gabungan Surabaya - Malang (Foto: Dok. AMPP/KM) |
Oleh: Stefanus Pigai
Opini, (KM). Aliansi Mahasiswa Papua Malang-Surabaya, mengadakan aksi gabungan pada (26/10/2017) merupakan menuntut kebebasan hak Asasi manusia terhadap rakyat Papua yang selalu dalam penindasan sistem dan tindakan imperealis, colonialis dan militeris Indonesia, yang mana selalu mengancam situasi kehidupan rakyat melaui tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat gabungan militer Indonesia.
Sikap yang telah disikapi oleh Aliansi Mahasiswa Papua Surabaya dan Malang menuntut agar rezim Jokowi/JK segera menghentikan segala bentuk stikma yang dilakukan untuk memperpanjangkan kekerasan dan untuk menutup ruang demokrasi bagi rakyat Papua lebih khusus terhadap aktivis yang menyuarakan atas hak kebebasan. Karena segalah bentuk kekerasan yang terjadi di bumi Papua diakibat karena ulah aparat militer ditanah papua, sehingga kami yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Komite Kota Surabaya-Malang menegaskan kepada pemerintah resim Jokowi/JK agar segera tarik militer dari tanah Papua.
Bulan September 2016 Tim Gabungan Giat Operasi Mantap Praja disingkat GOMPRA sudah aktif melakukan Sweeping di atas Jembatan Kali Tuka Moanemani Distrik Kamuu, Kabupaten Dogiyai. Tim Gabungan tersebut di kirim dari Kepolisian Daerah Papua (POLDA Papua) untuk menjaga Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) Dogiyai demi terselenggaranya Pemilihan Kepala Daerah Bupati dan Wakil Bupati di Dogiyai dalam keadaan aman dan lancar tanpa gangguan dari pihak pihak yang tidak bertanggung jawab.
Tim Gabungan GOMPRA yang diutus POLDA Papua ke Kabupaten Dogiyai ini mereka sama sekali tidak pernah sweeping tentang SIM STNK Kendaraan dan Penertiban PILKADA Dogiyai tetapi mereka melakukan Sweeping di Dogiyai itu banyak bentuk dan jenis sehingga pelapor memberi nama sweeping ini ‘Sweeping Tanpa Arah,’ sehingga dengan bentuk sweeping yang dilakukan oleh Tim Gabungan Giat Operasi Mantap Praja (GOMPRA) atau aparat militer, akhirnya memicu pada kekerasan terhadap Meeuwoo, sehingga dua (2) menjadi korban nyawa dan lain menjadi korban luka-luka ulah Militer Indonesia. Ini bentuk kekerasan yang dilakukan oleh militer indonesia terhadap rakyat papua lebih umum dan lebih khusus rakyat Meeuwoo.
Menurut Yohanes Giyai bahwa, menegaskan dalam aksi gabungan Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Surabaya-Malang bahwa; “Aparat Indonesia TNI/POLRI segera hentikan sweeping yang berlebihan dengan tindakan refrensip terhadap masyarakat Dogiyai dan hentikan Operasi-operasi militer yang terselubung sistematis untuk menghilangkan nyawa orang Papua.
Pemerintah Indonesia segera mencabut pasal makar yang digunakan untuk menjerat aktivis Papua sebagai upaya membungkam ruang demokrasi dan menghalau penegakan keadilan bagi rakyat Papua.
Karena Kebebasan menyempaikan pendapat di muka umum adalah amanat konstitusi yang harus di jalankan secara bersama namun pada prakteknya sebagaimana kitalihat masih banyak pelanggaran dengan berbagai macam bentuknya, apalagi rakyat West Papua. Terjadinya pelanggaran tersebut merupakan ceriminan dari kemunduran demokrasi. Kebebasan menyampaikan pendapat oleh rakyat papua selalu mendapatkan tindakan kekerasan apalagi gerakan memperingati hari-hari besar di Papua maupun diluar Papua pasti saja terjadi pembubaran dan penangkapan, terjadinya penangkapan 6 aktivis papua saat melakukan aksi memperingati Trikora pada 19 Desember lalu, 6 orang tersebu aktivis KNPB di manado 4 orang di Jayapura 2 orang, oleh karena itu kami dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menyatakan sikap :
1. Copot Kapolsek Nabire dan Kapolsek Dogiyai
2. Hapuskan pasal makar.
3. Tarik pasukan gabungan dari Dogiyai
4. Hentikan jeratan pasal makar terhadap 6 aktivis West Papua (Hiskia Meage, Eman Ukago,William Wim, Panus Hesegem, Hosea Yeimo, Ismail Alua).
5. Tarik pasukan organic dan non organic dari seluruhtanah Papua
6. Hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat dan bangsa Papua
7. Menuntut komnas HAM melakukan Investigasi untuk mengunkit kekerasan dan pembunuhan di Dogiyai Papua dan korban Pasal Makar.
8. Buka kesempatan bagi jurnalis Internasional untuk melakukan peliputan di Papua
9. Stop kekerasan terhadap rakyat dan bangsa Papua
Agar Rezim Jokowi/JK dapat menggakomudir sikap yang telah di serukan oleh para intelektual Papua yang mempeduli terhadap kebebasan HAM di tanah Papua.
*) Penulis adalah Aktivis Papua, Katua Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Surabaya
Editor: Frans Pigai