Foto: Dok, Prib, Emiliano Y/KM |
Oleh: Emiliano Kejora Yumte
OPINI, KABARMAPEGAA.COM – Penulis berharap ada kemajuan yang baik dalam hal berbangsa dengan ideologi unik yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, dengan ada kesadaran akan hal ideology Pancasila.
Pada 01 Juni 1945 - 01 Juni 2017 merupakan Hari Pancasila, sebab Pancasila di Papua itu pemilik falsafahnya sendiri sudah menginjak-injak pakai sepatu laras dan bayonet, cabik-cabik buang di got, tidak ada arti.
Saya bangga dengan Pancasila, tetapi tidak dengan Indonesia yang menggunakan Pancasila sebagai ideologi negara. Momentum satu tahun yang lalu, ketika saya berteriak di jalan agar ideologi negara harus di jaga dan di terapkan karena itu merupakan jati diri anak bangsa dan negaranya sendiri.
Tetapi, semua hanya simbol semata yang mungkin hanya diterapkan oleh seberapa daerah, di Papua khususnya nilai-nilai Pancasila, sungguh hanya sebatas simbol dan tulisan tetapi tidak pernah di terapkan dalam kehidupan orang Papua.
Perjalanan panjang Soekarno di Indonesia Timur, khusus Papua, Maluku dan Nusa Tenggara Timur (NTT) mengadilkan peristiwa sejarah Indonesia. Pancasila dan Burung Garuda adalah hasil yang diberikan secara cuma-cuma dari adat dan budaya bangsa Timur kepada negara bekas.
Jajahan Hindia - Belanda yang kini Indonesia namun Soeharto bersekongkol dengan Tahayul dan Penjahat Militer, membunuh dan menginjak-injak bangsa Timur, pemilik pusaka negeri ini.
Bangsa Timur bangsa Inlander Nusantara, pemilik tanah Nudantara sebelum kedatangan bangsa China dan Melayu ke Nusantara. Jasmerah jangan sekali-kali meninggslkan sejarah.
Aku telah belajar untuk diam dari orang yang banyak omong, belajar toleran dari orang yang tidak toleran, dan belajar menjadi ramah dari orang yang tak ramah, namun, sungguh aneh, aku tak berterima kasih pada orang –orang ini.
Oleh sebab itu, Hari Pancasila 01 Juni 1945 - 01 Juni 2017 sebagai symbol yang mesti di rayakan karena secara realitanya menjadi kehancuran bagi bangsa dan rakyatnya. Namun, pancasilanya dan ideologi bangsa di seluruh dunia hanya sebagai simbol semata negara - negara lain, baik daerah, nasional bhkan internasional atau dunianya. (Muyepimo P/KM)
*) Penulis adalah Aktivis Papua