Polisi menghadang massa aksi di depan lokasi Ekspo Waena, Jayapura - Jubi/Melianus Duwita |
Jayapura (KM), Pada 19 Desember, senin lalu banyak aktivis dan rakyat Papua termasuk anak – anak kecil dibawah umur dinodai dengan penangkapan sewenang – wenang oleh aparat keamanan dan militer Indonesia. Paling kurang 500–an orang Papua ditangkap, disiksa dan secara brutal di berbagai daerah daalm dan luar papua. Tidak hanya itu, ada beberapa aktivis yang terlibat dalam aksi penolakan Trikora dan mendukung ULMWP masih ditahan. Kabar penahanan aktivis itu datang dari badan pengurus pusat KNPB melalui pers rilis yang diterima Kabarmapega.com di Jayapura siang tadi, Rabu (21/12/2016).
Dalam pers rilis tersebut mendesak kepolisisan Polda Papua dan Polda Sulawes Utara agar segera bebaskan tanpa syarat seluruh aktivis KNPB konsulat Indonesia tengah yang ditahan di Polda Sulawesi Uatara dan 2 aktivis KNPB yang masih di tahan polres kota Jayapura.
Dijelaskan, kepolisian melakukan sewenang – wenang kepada aktivis KNPB dan rakyat sipil tanpa praduga tak bersalah. Ditegaskan bahwa aksi yang dilakukan Senin lalu bukan anarkis, melainkan dengan prosedur hukum yang berlaku di negara Indonesia. Indonesia seharusnya sadar akan keberadaan atas nilai demokrasi yang berkembang pesat di negaranya.
Dalam penerapan demokrasi Indonesia sendiri berada pada urutan ketiga, bahkan telah merativikasi konvenan internasional Hak Sipil dan Hak Politik, hak berexpresi atau berpendapat dan berorganisasi telah dirativikasi oleh Indonesia sendiri sebagai anggota PBB. Bahkan dalam Undang – undang Nomor 9 tahun 1998 telah menjamin tentang hak menyampaikan pendapat di muka umum, Undang – undang pasal 28 ayat 1 huruf A sampai dengan J menjamin bahwa setiap orang berhak untuk mengeluarkan pendapat di muka umum. Undang – undang diatas seolah – olah sangat dipermainkan oleh negara sendiri melalui kaki tangan TNI dan Polri.
Salah satu bukti intimidasi, penangkapan, penyiksaan dan penahanan yang dilakukan oleh aparat kemanan terhadap aktivis dan rakyat sipil Papua. Perlakuan aparat kepolisian termasuk TNI yang membeck up pada aksi damai senin lalu tidak bisa lagi diakui.
Slogan kepolisian yang sering ungkap yakni polisi hadir untuk mengamankan dan mengayomi masyarakat tidak lagi dipercaya oleh siapapun juga. Polisi seharusnya melakukan pendekatan yang baik untuk menciptakan keamanan dan ketertiban umum disamping menjaga citra dan nama baik instansi negara. Bukan bertindak sewenang – wenang menangkap orang termasuk anak – anak kecil dibawah umur. Alasan yang sering digunakan adalah aksi KNPB hanya meresakan dan bikin macet arus lalulintas. Pernyataan seperti ini hanya untuk menutupi kesalahan aparat sendiri. Kalau toh, aparat hanya mengamankan dan mengawal, maka semua aktivitas umum dan arus laluli ntas akan berjalan norman.
Namun karena polisilah yang sering menghadang dan membatasi ruang demokrasi sehingga menimbulkan persolan seperti macet dan menganggu aktivitas orang lain. Salah satu bukti adalah sebelum para aktivis dan rakyat melakukan aktivitas, aparat gabungan masuk melakukan penyisiran di asrama mahasiswa Rusuna dan menagnggu aktivitas lalulintas di perumnas tiga Waena, Jayapura.
Oleh karena itu, KNPB dengan tegas menyampaikan sikap sebagai berikut:
- Segera bebaskan 2 aktivis KNPB Ismael Alua dan Hosea Yeimo yang masih ditahan di Polres Kota Jayapura tanpa syarat, sebab mereka tidak melakukan tidakan melawan hukum. Pasal makar dan penghasutan yang yang dituduhkan kepada Ismael Alua dan Hosea Yeimo yang dituduhkan oleh polisi tidak dapat dibenarkan karena sebelum demo polisi sudah memblokade terlabih dahulu pada masa aksi di pintu masuk sekertariat KNPB pusat, sehingga rencana demo tidak berjalan sesuai rencana. Maka tidak benar kalau pasal makar dan pengahusutan dilimpahkan pada kedua aktivis yakni Ismael Alua dan Hosea Yeimo. Kemudian mereka (kedua tersangka) tidak melakukan penyerangan secara fisik yang mengarah pada pelanggaran pasal makar. Bahkan tidak ada kerugian yang ditimbulkan akibat pengahasutan baik korban jiwa dan juga merugikan orang lain secara fisik maupun non fisik, karena demo damai yang direncanakan ke kantor DPR Papua tidak jalan.
- Penahan dan tuduhan pasal makar serta penghasutan terhadap Ismael Alua dan Hosea Yeimo sangat prematur karena demo damai dijamin oleh undang – undang pasal 28, setiap orang orang berhak menyampaikan pendapat secara lisan maupun tertulis. Tuduhan pasal makar dan penghasutan yang ditetapkan polisi kepada dua aktivis KNPB, hanya membenarkan membenarkan tindakan kepolisian yang menyiksa puluhan aktivis dan menutupi tindakan kebrutalan kepolisian.
- Aparat gabungan TNI/POLRI telah melakukan penyisiran secar paksa tanpa surat pemberitahuan atau surat ijin kepada pengurus asrama dan lembaga Universitas Cenderawaasih, tetapi masuk mengambil barang – barang di sekretariat KNPB pusat dan tidak dijadikan barang barang bukti untuk menjerat kedua aktivis tersebut dengan pasal makar. Hal ini tidak dapat dibenarkan karena penyisiran itu dilakukan diluar dari rencana aksi demo, kecuali atribut demo yang dibawah oleh masa aksi. Maka tidaklah benar jika barang yang diambil saat penyisiran dijadikan sebagai barang bukti untuk menjerat kedua aktivis dimaksud, karena penyisiran itu diluar dari demo damai KNPB.
- Rencana demo damai yang dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2019 adalh untuk menolak Tri Komando Rakyat yang dikumandangkan di Alun – alun Utara Yogyakarta oleh Ir. Soekarno, yang isinya; 1). Gagalkan pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda kolonial. 2). Kibarkan sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia. 3). Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa. Dilihat dari isi komando Trikora yang mengarah pada kejahatan dan ancaman artinya bahwa Tri Komando rakyat telah melanggar pasal makar dan penhasutan. Kenapa Soekarno tidak dikenakan pasal makar dan penghasutan? Lalu aktivis KNPB yang melakukan demo damai dibubarkan paksa, dikenakan pasal makar dan penghasutan, sementara demo damai paad 19 Desember 2016, sudah melayangkan surat pemberitahuan kepada kepolisian.
- Mendesak Polda Sulawesi Utara segera bebaskan tanpa syarat ketua KNPB konsulat Manado, Tuan Hiskia Meage dan 72 anggota lainnya yang masih ditahan Polda Sulut.
- Kami sampai kepada media dan rakyat Papua bahwa, semua barang – barang yang diambil oleh polisi pada saat penyisiran dan pembubaran masa aksi oleh polisi meminta pertanggungjawaban kepada pihak kepolisian, karena penysiran itu diluar kegiatan KNPB dan merupakan salah satu bentuk perampasan dan perampokan oleh pihak kepolisian.
- Kepolisian Polda Papua dalam menangani demo damai rakyat Papua yang dimediasi oleh KNPB telah melanggar undang – undang konvenan Internasional yang sudah dirativikasi anatar lain;
- Undang – undang No. 9 tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum.
- Undang – undang pasal 28 ayat 1 dan huruf A asampai dengan huruf J tentang setiap orang berhak mengeluarkan pendapat secar lisan maupun tertulis an berhak berorganisasi.
- Undang – undang 1945 alinea pertama yang menyatakan kemerdekaan adalah HAK segal bangsa.
- Undang – undang Lalu lintas dan Angkutan jalan nomor 22 Taahun 2009 pasal 200 tentang Keamanan dan Keselamatan Lalu lintas dan Angkutan jalan.
- Konvenan Internasional Hak Sipil dan Hak Politik.
Demikian pernyataan ini disampaikan disampaikan dengan penuh rasa tanggung jawab, atas perhatian tak lupa sampaikan terimakasih.
Numbay, 21 Desember 2016
BPP KNPB
Agus Kossay (Ketua I)
Ones Suhuniap (Sekertaris Umum)
BPP KNPB
Agus Kossay (Ketua I)
Ones Suhuniap (Sekertaris Umum)
Liputor : Soleman Itlay